Dan Pelajaran ini Terlalu Berharga untuk Dilewatkan


Bismillahirrahmanirrahiim
Pembelajaran yang luar biasa di semester 5 kemarin. Sungguh, benar benar pembelajaran yang luar biasa. Sedemikian banyak hal hal baru yang kutemui, kurasai, dan inilah sebenar benarnya pembelajaran yang tak pernah kudengarkan lewat kuliah dosen dalam satu waktu ataupun  ceramah dan tausiah ustadz dalam satu pertemuan kajian. Satu semester sudah, waktu yang memang harus dipertaruhkan untuk banyak memahami pelajaran yang tak sedikit ini, bahkan kalaulah boleh dibilang, satu semester kemarin yang sudah kuanggap pelajaran yang demikian berharga, boleh dikata barulah sedikit dari banyak pancingan yang Alloh nisbatkan, agar aku terus berrendah hati ‘Tawadhu’ mengeja IlmuNya yang sedemikian luas tak terbatas.
Ya, semester 5 yang luar biasa. 23 SKS mata kuliah kuambil sudah di semester Ganjil yang dipersiapkan kemarin di tengah hiruk pikuk harus ikut ‘ngopeni’ data data OSPEK dan pendampingan Maba dalam Success Skill. 23 SKS Fix diambil, fine, clear! Hampir semua mata kuliah fisik –yang sejujurnya akupun tak terlalu bisa, tapi kata hati mengatakan “disinilah passionmu”-. DPA yang memang sedemikian menekankan arti penting aktivis prestatif, menanyakan beberapa hal terkait keputusan 23 SKS,
“yakin bisa mbak?”
“ Gimana IP kemarin dan prospek IPK kedepan?”
Sampai wacana segera lulus-lah dan masuklah FastTrack pun beliau sampaikan –ah, Ibu DPA yang sedemikian baik dan sabar, selalu ada ruang di hati untuk selalu menempatkan nama Bu Emilya Nurjani dalam prasasti relung hati, mengenangkannya dan mendo’akannya bersama dengan para asatidz sepanjang perjalanan hidup saya -. Diskusi agak lama, beliau setuju, ngasih pesan pesan dan dibubuhkanlah tanda tangan di atas kertas KRS rangkap tiga.
 23 SKS diambil, yakin bisa! Bisik hati kecil waktu itu.
Tekad bulat sudah. Clear. 23 SKS ditambah amanah 2 lembaga lapangan yang harus dipertanggungjawabkan – sebagai ikhtiar kecilku untuk kontribusi Da’wah ini - kaderisasi JMG dan staff kewirausahaan KAMMI sekaligus menjalani apa yang memang harus aku ikhtiarkan untuk bertahan hidup di Jogja, bertemu adik adik nan manis yang minta diajarkan integral, differensial, momen inersia dan keseimbangan benda tegar – yang dengannya aku survive – sebagaimana doktrin yang selalu kukenalkan pada saat wawancara kepada adik adik maba, bahwa beda signifikan antara siswa dan mahasiswa adalah kemandirian, yang tak sekedar dulu hidup bersama dengan orang tua dan sekarang ngekost -yang berarti pisah-, tapi lebih dari itu, mandiri berarti ya berlepas diri dari tanggungan orang tua, uang SPP – BOP, maksimalkan ikhtiar beasiswa, uang makan, cari kerja sampingan, ngelesi, part time di toko, wira usaha kecil kecilan, dan seterusnya. Dan akhirnya benar. Fix. Rencana awal semester mateng - kuliah 10 matkul, 3 praktikum, maksimalkan sisa waktu untuk terus mengkader dan menyiapkan warisan untuk kaderisasi selanjutnya, dan bantu bantu di kewirausahaan komsat serta rutinitas nyari penghasilan habis magrib sampai jam 9 di rumah mewah depan hotel Ishiro, membersamai adik adik nan manis geregetan kalau jawaban soal ngak ketemu temu. Bismillah.    (satu pelajaran berharga yang tak mungkin ku lupa, terlalu sombong dengan keputusan akal sendiri,  aku mengabaikan Istikhoroh). 
 Sampai dengan Dan mulailah pelajaran pelajaran berharga -yang kutulis di awal awal tadi- dimulai.
Pekan pertama masuk perkuliahan, sepekan itu pula aku bolos kuliah – suatu tindakan yang tanpa perhitungan sebenarnya – karena mendampingi maba Success skill yang terintegrasi selama sepekan. Ini tidak di anggap bolos, karena dibuatkan perijinan dari WD3 langsung ke akademik, dengan kata lain, absenku aman.                                                                                                              (pelajaran kedua, kehilangan pertemuan perdana dalam perkuliahan adalah kesalahan yang fatal, karna pertemuan perdana adalah ideologisasi terhadap mata kuliah yang membuat mata kuliah tersebut berarti sedemikian rupa di dalam sanubari dan keyakinan kuat untuk –apapun keadaannya-akan menghadirkan diri dalam tiap tiap pertemuannya)
Pekan pekan awal semester, masa masa pendaftaran praktikum, antri di ruang laboran menuliskan nama, NIM dan pilihan hari. 2 diantara 3 praktikum yang kupilih di semester ini masuk tanpa hambatan, tapi satu praktikum lagi – hidromet- yang konon perlu banget besok buat nge-Blok aku ketinggalan daftar, lewat sepekan malah. Dan, ya sudah, niat untuk ketemu koord asisten tertunda tunda terus – dan kalo dianalisis lebih lanjut ini tak lebih dari kemalasan belaka.
(pelajaran ketiga, prioritas, adalah satu hal yang niscaya, rasa malas, tak kurang tak lebih adalah akibat buruk dari manajemen prioritas. Pelajaran keempat, menunda pekerjaan adalah menunda lahirnya kebaikan kebaikan dan kemaslahatan yang lebih banyak)
 Perkuliahan pun dimulai, praktikum pun demikian. Dan sejauh aku kuliah, belum pernah rasanya satu semester seburuk ini – satu mata kuliah bahkan tak bisa ikut UAS karena kurangnya jumlah kehadiran – dan mata kuliah yang lebih sering aku tinggal untuk mengerjakan hal hal lain di banding meniat-ikhlaskan duduk di kelas meresapi setiap pemaknaan ilmu yang disampaikan dosen. Benar, sampai teman teman jurusan, sering bertanya,
“kamu ambil kuliah apa aja e Tim? Jarang kelihatan,”
“hah, bolos lagi..!”
“emang kamu ngak tau kalo ada tugas? Kemana aja kemarin?”
“ayo ngerjain tugas kelompok, udah ditunggu di kelas ni,”
Dan masih banyak lagi teguran teguran yang tetap saya rasakan demikian menohok. Sungguh, banyak kebaikan kebaikan yang dihadirkan teman teman sejurusan, tak pandang siapapun, sapaan dan teguran, ah sungguh banyak hak hak persaudaraan yang belum saya tunaikan untuk teman teman, tak sebanding dengan sedemikian banyak kebaikan kebaikan yang kurasakan. Belum lagi asisten yang tak jemu menanyakan mana laporan mana laporan, HP yang harus direvisi, dan “kapanpun selama saya bisa sms aj saya akan bantu”. Kurang apa coba?
(pelajaran selanjutnya, adalah tentang tawazun, keseimbangan, ya, ada banyak tugas dan fungsi yang harus dimainkan, memang benturannya adalah rasa suka dan tak suka, nyaman dan tak nyaman, tapi bukankah Alloh selalu hadirkan kebaikan kebaikan dari setiap apa apa yang tak kita suka? Ya, ada peran urgen yang harus dikontribusikan untuk mempertahankan elan vital perjalanan dan regenerasi penggerak da’wah ini – lewat lingkup kecil fakultas – tapi itu adalah satu kewajiban yang harus BERSAMA dengan tugas tugas yang lain, bukan harus mengalahkan yang lain)
Dan sekarang telah masuk semester baru. Nilai nilai semester 5 mulai bermunculan satu satu. tak berharap banyak dapat nilai lebih baik dari semester kemarin, bukan pesimis, lebih tepatnya tahu diri. Dan memang, penyesalan tak pernah diletakkanNya di awal hari. Lalu apa yang harus aku selanjutnya??
Show must go on!
“Yang paling tahu dirimu adalah kamu sendiri Tim, entah sistem perkuliahan jurusan yang mengharuskan kamu ngeblok, orangtua yang –walaupun tak pernah menuntut harus lulus kapan, nilai berapa- berharap ada buah dari lebih dari 8 tahun tak hidup serumah dengan mereka, tuntutan tuntutan pasar kerja dan kontribusi ke masyarakat, lingkungan sekitar yang akan berpengaruh padamu, mempengaruhimu seperti apa, kesemuanya adalah faktor X, faktor eksternal, dan semua depend on yourself, yang paling tahu kapasitasmu, kemampuanmu adalah dirimu sendiri, jangan pernah melakukan perbuatan apa apa hanya karena katanya, baiknya, atau idealnya, tapi semua tawazun”
Itu kata Kak Yanua
“kau terlalu sombong Tim, banyak hal yang kamu merasa mampu, memutuskan apa yang dirasa baik –menurutmu dan manusia manusia di sekitarmu. Tapi lupakan kau? Ya, lulus segera, melanjutkan kuliah segera, aktif terus berlembaga, dan terus memutar otak baiknya bagaimana memang itu baik dimatamu, tapi yakin bahwa itu sudah baik menurut Sang Pemilikmu??! Putuskan sesuatu, sesederhana apapun itu, libatkan selalu Alloh dalam setiap konsultasi konsultasimu, itulah jawaban sebenar benar jawaban,.!”
Glek. Itu nasihat mbak Anas.
Dan kata kata dari blok sodara seperjuangan saya,
“Kali ini saya ingin membuka sebuah rahasia kuno berusia jutaan tahun, yang baru saya sadari sekarang, malam mini, ketika menulis tulisan ini. Jadi begini sodara-sodara, saya melihat banyak anak muda berusia anak kuliahan yang terjebak pada bencana PMDK (Persatuan Mahasiswa Dua Koma), atau epidemic NASAKOM (Nasib Satu Koma). Sungguh sangat memprihatinkan dan harus segera dibasmi. Ingat, kita disini untuk membangun Bangsa, bukan? Menuju Indonesia yang lebih baik dan bermartabat tentunya. Jadi, gimana pengelolaan SDA mau dilimpahkan ke anak bangsa 100% kalau anak bangsanya sendiri tidak bisa menunjukkan kalau dia mampu. Ingat, kata-kata saya adalah “Tidak Bisa Menunjukkan”, bukan “Tidak Mampu”. Saya yakin kok, kita-kita ini bukan orang bodoh…kita ini mampu!” http://aerodest.wordpress.com/2011/10/25/there-is-nothing-too-difficult/
Dan semester ini begitu banyak menghadirkan penyadaran, menghadirkan begitu banyak pembelajaran, dan betapa kuat keyakinan, Bahwa Alloh demikian mencintai hambaNya dan memberikan rasa cinta – nikmat, teguran, ujian, dan cobaan, dalam bentuk yang sebaik baik bentuk. Dan adalah kedholiman yang nyata ketika besok masih stagnan tanpa perbaikan. Allohu A’lam.

Comments

Popular posts from this blog

Bunga Bunga Kamboja : Semua akan Berakhir pada Akhirnya

Memilih, Mengharuskan, dan Memilih Keharusan

HARI INI TUJUH TAHUN YANG LALU