Bunga Bunga Kamboja : Semua akan Berakhir pada Akhirnya

              
  Coba kalo antum/ antunna, kawan-kawan rekan sejawat semua, berkesempatan main, atau sholat di Masjid Mujahidin UNY, kemudian sempatkan melongok ke sayap selatan dari tempat sholat putri yang di lantai dua, apa yang akan antum liat ? Tukang jualan es, jajanan pasar, gudeg atau warung burjo? ( Kalo ini pasti karna sebelum blogging belum sarapan yak :D ?)
                Oke. Tadi bener tuh yang jawab sambil bisik bisik, bener banget, di selatan MasMuja, alias Masjid Mujahidin, sepelataran masjidnya, ada makam Karang Malang. Highly recommended kalo para aktivis aktivis organisasi mau meng-upgrade adik adik atau anggota barunya kesana. Malem malem ada ‘semacam’ uji nyali, nyari sleyer kek, dzikrul maut kek, ke selatan masmuja, habis itu sholat malem bareng di masjidnya, asik banget kan? Catet gih di buku agenda, kapan upgrading lembaga mau diadakan, tempatnya dekat, gak perlu charter mobil, bis, deket kos-an lagi, jadi kalo misal ada ninggal tugas yang mepet deadline, pas rehat bisa ijin pulang (#eh, modus).
                Bulan bulan ini, beneran anjuran saya yang nengokin makam dari lantai dua tadi kalo mau dijalani. Antum akan liat, betapa indahnya kalo sudah mati (??). Bukan. Salah. Maksudnya betapa indahnya ngeliat kamboja nan warna warni (masak (?) Orang warnanya Cuma merah muda alias pink sama putih kok). Tapi subhanalloh sodara sodara. Teramat cantik. Cantik sangat. Bagi yang sering maen, ngelingker, diskusi, forga dsb dst, bisa langsung ngehubungkan ke taman Pasca Sarjana di Pasca Sarjana UGM. Sama. Disana juga terlihat panorama nan indah permai, di sore hari, ditemani rintik air hujan, secangkir kopi, sepotong pisang goreng, dan semangkuk burjo panas (ampun ni, laper beneran yang punya tulisan).

Kamboja itu, selain tentu, mengingatkan pada satu kepastian yang bakal kita temui, kalo bahasa Ustadz Syatori Abdur Rouf, semua akan berakhir pada akhirnya. Kamboja, selalu identik, sejauh yang saya terima dari sosial masyarakat saya sampai saat ini, dengan yang namanya mati. Bahkan selorohan dulu kala waktu masih aktif di pramuka (gini gini dulu ketua regu lhoh), gak dibolehkan make nama regu kamboja, kesannya regu kalian regu kematian, begitu tutur kakak pembina. Ada ada saja. Siapa juga yang nyuruh nanem kamboja kebanyakan di makam (bener ngk ?). Tapi itulah adat, itulah tradisi, kamboja lekat dengan isyarat mati. Satu kepastian. Satu keniscayaan. Satu titik tolak. Ending, setelah klimaks antiklimaks drama lakon  kesejarahan kita mainkan di muka bumi (karna “We born to make History” àbukan iklan NOAH lho ya, karna antum antum para aktivis, para akademis, para spesialis, jauh lebih pantas make slogan ini :D)
Kembali ke topik.
                Kamboja, masih, walaupun ditanam di taman taman, ada isyarat lirih yang dibisikkannya bahwa setiap yang bernyawa pasti mati. Kalaulah sudah tiba masanya, tak ada siaran tunda. Tak menunggu kau sedia atau meloby untuk men-delay-nya. Karena malaikat maut tak kenal negosiasi. Sami’na wa Atho’na pada perintah Rabb-nya.
                Tadi malam, di kelas refreshing tahsin, kepala sekolah tahsin Asma Amanina berkisah, tentang temannya yang memimpikan beliau meninggal, padahal sekian taun tak pernah berjumpa. Kalo antum teman teman, begitu kata mbak Puji -nama kepala sekolah tahsin AA-, lama gak ketemu sama temen SMP antum misalnya, tau tau tadi malam antum mimpi, temen antum meninggal, kira kira apa yang antum rasakan?
Kembali ke kamboja.
Karena kematian itu tidak pilih pilih usia. Yang muda, yang tua, yang balita, bisa dipanggil kapan saja. Setelah olehNya disempurnakan jatah umurnya, titah pencabutan akan terjadi seketika.
“ Dan Dia-lah yang menidurkanmu di malam hari dan Dia yang mengetahui apa yang kamu kerjakan di siang hari untuk disempurnakan umurmu yang telah ditentukan, kemudian kepada Allohlah kamu kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang dulu kamu kerjakan” (An Nahl: 60)
Begitulah kira kira. Hidup ini menjadi satu roda saja. Malam hari, siang hari, malam hari, siang hari, malam hari, siang hari, begitu seterusnya, sampai umur telah disempurnakan. Dan....... semua akan berakhir pada akhirnya.
Selanjutnya, sejauh mana warna kamboja yang sudah kita lihat? Sejauh mana hitungan bunga bunga yang berguguran kita perhatikan? Sejauh mana pula investasi pasca berakhirnya akhir kita, kita temukan?
Investasi.
Sepohon bunga kamboja berdaun rimbun berbunga warna warni.
Investasi.
Investasi mati, dan juga cita cita yang masih harus dilanjutkan lagi.
Kembali ke Kamboja.
Warna putih atau pink-nya, diantara lembar lembar mahkota yang biasanya berjumlah lima, ada semacam list berwarna kuning, agak keemasan. Mengesankan adanya ‘sesuatu’.
Musim musim banyak kamboja berbunga, di awal awal jatuhnya hujan awal musim, di tengah tengah berita berita simpang siur korupsi di TV, banjir yang meluapkan ciliwung dan merusakkan permukiman sebagaimana tahun tahun sebelumnya, di tengah semangatnya melihat sarjana sarjana merentas perbatasan mendidik dan mengajar anak bangsa, di tengah menyaksikan aksi buruh dan aksi mahasiswa mencintai pemimpin dan negaranya, diantara kesendirian para ibu ibu yang menjanda, diantara para aktor aktor yang semakin tebal kosmetik di wajahnya, di antara kepentingan kapitalis yang mulai satu satu roboh kekuatan raksasanya, kita mengingat investasi. Sambil menatap bunga kamboja selatan masmuja.
Sejauh mana investasi untuk hidup setelah kematian?
“Hai orang orang yg beriman, bertakwalah kepada Alloh dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat),..............”(Al Hasyr: 18)
Bunga Bunga Kamboja, dan semua hanya akan berakhir pada akhirnya.

Multazam : 7
23 Oktober 2012 : 10.02

Comments

Popular posts from this blog

Mencipta Kanal Kanal

Korea untuk menutup 2017 dan mengawali 2018

Memilih, Mengharuskan, dan Memilih Keharusan