Membelok Kelinearan
Bahagia bagi Umar,
begitu tulis Ustadz Salim di Jalan Cinta Para Pejuangnya, memiliki sahabat
seperti Abu Bakar. Karakternya yang keras, blak blak-an, nekad, dan tak ada
tedeng aling aling di setiap tindakannya punya sahabat seperti Abu Bakar, yang
lembut, penyayang, penyantun, bashirohnya tajam melampaui zamannya dan tak
jarang jarang melihat yang menyentuh hatinya segera turun air mata. Umar dan
Abu Bakar, manusia yang tak biasa yang dihadirkan untuk jadi teladan sepanjang
masa. Dalam tiap fragmennya, adalah ibrah ibrah semata.
Seperti baru pertama
kali dinasehatkan Ustad Salim, perjalanan Tugu – Stasiun Bandung, adalah banjir air
mata. Disini, diri yang kerdil mulai diuji. Kuat lemah menjadi niscaya, karena
kita adalah hamba. Potongan potongan kisah para shahabat, satu satu bercerita,
menunjukkan sudut pemahaman yang akan selalu baru, akan selalu terasa seolah
baru di dengar, akan selalu melahirkan peng-iya-an yang berbeda ditiap kali
dibaca. Beruntunglah para aktivis, para harakis, para penggerak – atau yang
tergabung dalam gerakan- karena jiwanya tak kan pernah mati, selalu mengalir
dan bergerak, bahkan untuk menghadapi kisah yang statis, selalu ada pantikan
gerakan baru yang didapati.
Baik. Ini nekad. Tapi boleh, asalkan bukan
sebagai tujuan. Mudah mudahan.
Linearitas menjadikan
aliran air langgam langgam tanpa gejolak, segala yang sudah direncana dengan
sebaik baiknya, dengan alur mudah ditebak, di kala waktu, itu menjemukan.
Komunitas yang seragam, disini seperti ini, disana seperti itu, di tenggat
waktu tertentu, itu menghadirkan kelesuan, ya, yang linear tertebak terencana
menuntut kemauan dan kemampuan diri untuk mampu menghadirkan nuansa beda, dalam
diri sendiri, dengan persyaratan, tak ada mudharat yang tertimbulkan, meskipun
tak dipungkiri, itu niscaya.
Saya tak katakan,
bahwa linear itu tak baik, siapa bilang! Itu baik jika untuk orang yang tepat,
dinuansa yang tepat, di waktu yang tepat. Linier tetap adalah suatu kebaikan,
untuk yang baik dengan kelinearan itu.
Hanya untuk yang tak
tepat, benar benar tidak tepat (ya iyalah ya). Memang mencari ketepatan dalam
dinamika kehidupan itu sama lamanya dengan usia yang akan dijalani.
Bagaimanakah jika,
ada keharusan linear yang kudu dilakoni, sementara hati bergejolak mencari cari
celah untuk melepas diri, apa yang akan kau lakukan? Memaksakan diri? Atau
melarikan ? Dua duanya bukan solusi. Dan mengucapkan andaikata seandainya,
adalah peluang masuknya penyesalan dan usikan usikan syetan.
Merehatkan diri
sejenak. Merenungkan diri, atau terasing mengkahfi, boleh dijadikan terapi.
Tapi terapi adalah sarana, bukan tujuan, jadi pun dilakukan, ingat kesudahan,
akan menjadi seperti apa harus dipahami goalnya. Ah lagi lagi pemaksaan diri
untuk tetap linear. Bagaimana kalo, udah, terapi terapi, lakoni. Habis itu
efeknya rasakan aja, kayaknya lebih menyenangkan sejenak melupakan goal goalan
yang masih bau bau linear kayak tadi. Tapi sayangnya, hidup ini gak sendiri,
tetep ada pertanyaan pertanyaan entah retoris entah substantif, ‘mau ngapain?’
Hah,Ngk ada tujuan? Geje!’.
Hanya sejenak kawan.
Dan ada yang mulai
dibelajarkan disini, ada namanya ilmu ikhlas. Ilmu yang super duper sulit untuk
berIPK-kan 4. Letaknya mulai di awal, sepanjang, kesudahan, sampai pelaporan.
Hanya 6 karakter I-K-H-L-A-S, tapi barangkali dalam standar usia manusia umat
Nabi Muhammad SAW, 60tahunan, itu tetap selalu menjadi barang mahal.
Bismillah, mengelola
kelinearan, perlu ada pembelokan persepsi baru dan selalu harus diperbaharui.
Ini upaya mandiri, karena kebersamaan, dengan jumlah yang sangat banyak, kadang
meniscayaakan banyak kompromi kompromi, dan lagi lagi, akan mencari kelinearan
agar sesama menjadi mengerti. Pekerjaan sulit sulit gampang, tapi namanya
terapi, kadang kadang ini perlu, agar ada lompatan lompatan yang timbul tenggelam
menggerakkan meng-ghiroh-kan, diantara kerja kerja yang tetapi liner, tentu
saja.
Abu Bakar dan Umar.
Fragmen shirohnya penuh liku liku, dan mereka saling melengkapi dalam
linearitas, juga dalam timbul tenggelam perbedaan langgam. Tapi berpikir besar,
hiperbolis, menghadirkan banyak keterasingan keterasingan.
Ini hanya sejenak.
Lain itu, tidak.
Pelataran Al
Ukhuwwah, Wastukencana
19 Oktober :: 8.17
Fatim, gimana cara memfollow mu? gak ada widget follow je...
ReplyDelete