Mencipta Kanal Kanal




Sedianya tulisan ini saya maksudkan untuk episode keempat dari “Persaudaraan itu Bernama Ukhuwwah”, tapi setelah dipikir pikir, kayaknya judul ini lebih tepat, dan kalau harus dikondisikan untuk berjudul bertemakan persaudaraan menjadi sangat ‘dipaksakan’ :D.

(see : ritmenya pelan :D)

Sesungguhnya, ada tidaknya kita di barisan perjuangan islam ini, ia akan tetap jalan, bersama yang lain, tapi, ketiadaan kita di barisan perjuangan, maka kita bukanlah siapa siapa. Kelak pun mati, nisan hanya akan tertulis tiga larik kata, nama, kapan lahir, dan kapan tiada, terkecuali, jika mati dan dikuburnya tak sama, seperti tragedi tragedi yang menimpa korban jatuhnya pesawat, paling bertambah satu larik, setelah itu, selesai,barangkali kisah hidupnya pun terlupa.
Maka bergabungnya dalam barisan amal jama’i adalah sebentuk kesyukuran. Karena, dia akan menjadi jawaban, ketika di akhirat ditanya, apa peranmu menyaksikan kebobrokan dan kelenaan umat dari mengingatNya?
Maka sesungguhnya ia adalah titipan. Atau dengan kata lain, itu amanah. Amanah itu, sedikit pelajaran yang saya dapatkan dari bapak dari adik yang saya ngelesi mata pelajaran SD padanya, adalah dapat dipercaya, menjaga kepercayaan, dan tambah satu, memberi rasa percaya.   
Dulu ketika SMP, dalam mata pelajaran KWN pernah ada pelajaran yang saya dapatkan, tentang kelestarian sumber daya alam kalau saya tak salah ingat. Kala itu guru saya bercerita, bahwa sejatinya sumber daya yang negara kita kelola saat ini, bukan warisan dari nenek moyang, bukan harta karun yang bisa semena mena dieksploitasi habis habisan, bukan pula simbol kejayaan yang hanya untuk dibangga banggakan. Tapi sejatinya kata guru saya kala itu, sumber daya yang tersebar dari barat ke timur, adalah titipan dari generasi yang akan datang.

                Kanal kanal kawan, saya kira semua sudah paham dan pernah melihat disekitar lingkungan tempat tinggalnya. Ya, benar. Ialah saluran air, agar air tak menggenang, tapi menyebar menghadirkan segala kebermanfaatan.
                Setiap individu adalah pemenang. Setiap individu adalah istimewa. Jangan paksa menjadi apa apa yang masih menurut kita versi benarnya. Lantas berlandaskan apa? Ah, manusia memang bukan mesin atau robot yang ada parameter jelas tentang segala lakunya.
                Barangkali menjaga sumber daya yang kita punya, adalah dengan mempersiapkan generasi yang mendatang yang telah mempercayakan titipannya kepada kita. Bagaimana? Ya dengan mempersiapkannya dengan sebaik baiknya untuk siap mengambil kembali barang titipannya.

Mempersiapkan generasi ?
Adalah melihat aliran air deras yang disanalah terletak banyak potensi. Semua hebat, semua bisa, dan semua berhak mengambil kembali barang titipannya. Dengan kepiawaian mereka, tentu saja. Jangan paksa semua harus mengambil haknya dengan ember, karena bisa jadi, jalan yang dilaluinya akan mendaki dengan alat terbaik untuk membawa air adalah menggunakan botol. Jangan pula kau paksa semua menjadi hijau, karena bisa jadi yang merah dan kuning menjadikannya terpadu laik pelangi.

Menjadi pemersiap generasi, ibarat orang yang piawai mencipta kanal kanal. Sehingga, semua potensi yang mengucur deras tadi tak tertampung dalam satu wadah yang akhirnya menggenang, terbiarkan, lama lama tercium bau yang tidak menyenangkan. Iya kalau ada sedikir air yang berinisiatif menggerus lahan sekitar untuk merembeskan manfaat, kalau yang pasif membiarkan diri terpusar terputar putar?

Maka menjadi pemersiap generasi adalah pembangun kanal kanal. Piawai mendeteksi lahan lahan yang membutuhkan aliran irigasi, piawai mencipta pondasi bangunan yang kelak melaluinya kanal dialirkan, juga piawai memprediksi kemungkinan kemungkinan. Ingat, tak semua lahan bisa dibangun dengan pola bangun kanal yang sama, tak juga dengan ukuran sama, dan tak juga dengan debit air dan lain lainnya yang diharuskan seragam.

Hm, karena setiap individu adalah istimewa. Pun belum nampak, itu hanya persoalan waktu, biarkan aja pembelajaran terus membelajarkannya, kewajiban bagi pemersiap generasi adalah memberi ruang gerak itu, memastikan alirannya lancar, kemudian mencipta kanal kanal aliran dengan sebaik baiknya. Potensi yang mengalir, silakan pilih wahai generasi, dimana kalian memilih aliran akan dipilihkan kanal yang mana, dan bertanggungjawablah pada pilihan pilihan yang terpilih. 

Comments

  1. mba saya sudah punya blog baru hlo...
    http://nanikwijayanti.wordpress.com/
    tolong bantu saya, paksa saya menulis..haha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Okesip Nik, sekarang Nulis !! *paksa
      karna betapa banyak orang hebat sedikit terlupa, karna lupa *atau barangkali lupa* nulis :)

      Ditunggu inspirasi2 segarnya

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Korea untuk menutup 2017 dan mengawali 2018

Memilih, Mengharuskan, dan Memilih Keharusan