Persaudaraan Itu Bernama Ukhuwwah (5)



Ketika Ustad Abdullah Sunono dihadirkan untuk  mengisi satu kajian, terlontar dalam materi yang disampaikan beliau, satu frase tentang romantika Ukhuwwah. Yang juga pernah didapatkan dalam satu kajian lain bersama beliau.

Batas antum dikatakan sudah mulai memahami, atau naik pada tingkatan rukun ukhuwwah ketiga yang bernama tafahhum, adalah dengan nasehat menasehati. Dikatakan antum faham terhadap saudar, adalah ketika antum mampu menasehati beliau dengan etika nasehat menasehati yang baik, dan tentu saja, benar. Tidak sedikitpun terbersit, ketika menasehati saudara, perasaan lebih tinggi, lebih baik, daripada saudara antum yang antum nasehati. Pun juga, tak ada rasa tertelanjangi, terpojokkan, atau tersalahkan dari pihak yang terkena nasehat. Legowo menerima apa yang disampaikan, atas fakta kekurangbenaran dari entah ucapan, tindakan, ataupun pemikiran, sehingga dengan senang hati, diterimanya sekian banyak upaya perbaikan yang ingin disampaikan pihak yang peduli yang terlontar melalui nasehatnya.

Batasnya adalah saling menasehati, kau dikatakan paham siapa saudaramu.

Sepertinya sepele. Saling nasehat menasehati, tapi mengapa ia mampu menjadi furqon alias pembeda dalam hal ujian kenaikan tingkat ukhuwwah? Bahkan, masih kata Ustad Abdullah Sunono kala itu, jika dalam menasehati, atau menerima nasehat dari saudara masih tak benar, maka berarti antum baru mengenal saja, baru sebatas mengenal, belum mampu memahami siapa dia, meskipun antum berkilah, kebersamaan dalam forum, dalam keseharian, sudah bilangan tahun dilewati bersama.

Memang, batasannya adalah menasehati, dan menerima nasehat, dengan keduanya suka sama suka, terima saling terima.

Tarbawi edisi 5 bulan yang lalu mengulas, ‘Menakar Selera Kita dalam Saling Mengingatkan’. Bagi kita yang akan mengingatkan, ada beberapa rambu yang menegaskan semangat kita sebagai seorang pengingat. Selera saling menutupi aib, bukan menelanjangi; selera saling menolong, membangun, bukan saling menjatuhkan; Selera saling menjaga dan menguatkan, bukan saling merasa lebih; selera membagi apa yang lebih dulu kita tahu dari teman yang kita nasehatkan; dan tentu, selera saling memuliakan saudara dengan kalimat yang baik baik, kata kata ahsan.

Sebagai lakon yang dikenai kewajiban atas menasehati saudara, harus pandai pandai menimbang rasa, mengukur sejauh mana penerimaan yang akan diterima saudara, dan menimbang, nasehat yang akan kita sampaikan itu sendiri seperti apa, tata bahasa, diksi, tempo, suasana, waktu, prasangka baik yang didahulukan, dan tentu, niat menasehati itu sendiri seperti apa.

‘katakan yang benar walau pahit’. Adalah peribahasa yang benar. Dan kepahitan itu seringnya jatuh pada lakon yang meniatkan diri untuk menasehati.

Namanya ujian kenaikan tingkat, ketakmudahan itu, niscaya.


Multazam 7
22 Oktober 2012 :: 06: 34

Comments

Popular posts from this blog

Bunga Bunga Kamboja : Semua akan Berakhir pada Akhirnya

Memilih, Mengharuskan, dan Memilih Keharusan

HARI INI TUJUH TAHUN YANG LALU