Persaudaraan itu bernama Ukhuwwah (2)


“umat islam saat ini hanya butuh persatuan. Ke syurga dalam bentuk satu kesatuan umat islam, memperbaiki kondisi juga dengan persatuan umat islam atau kalo itu tak mampu dilaksanakan, maka sekalianlah, persatuan bersama sama ke neraka”
itu kata orang pesimis di dekat saya.
Ziiiiiiiiiiiiiiiiiing. Skeptis.
Tentu saya (dan para pembaca yang budiman semua) pastilah tak menyepakati ini semua. Aje gile. Mending ambil posisi ‘gue netral’ cari aman ketika kondisi tak menyenangkan, menjurus ke arah yang bersama sama mau ke neraka tadi kali ya.
Tapi bukankah dalam salah satu sabda nabi tercinta pernah diceritakan bahwa dalam satu kaum, ketika seluruh kaum itu geje semua, sedang ada satu diantaranya orang ‘alim di kaum itu ketika pun dihukum atau diazab adalah pertama mengenai sang ‘Alim karena tidak menyeru dan membermanfaatkan ke’Alimannya bagi kaum sekitarnya?
Bicara persatuan yang masih jadi PR umat islam, bicara persaudaraan Islam, bicara pemahaman, bicara PR besar.
Turki pra dideklarasikan menjadi negara sekuler dulu kala, adalah orang orang ‘alimnya yang banyak berseteru berbeda pandang, bisa jadi perseteruan jatuh pada hal yang tak terlalu substansial untuk dipertentangkan, tapi begitu Kemal Pasha mensekulerkan Turki, melarang jilbab, adzan, hal yang berbau arab nampak simbolik di bumi itu, tersadarlah para ‘ulama untuk bersatu. Pun juga, JILnya Indonesia (asal tau, saya juga anak JIL (bab-an) #gapenting :D), pada satu titik menarik kebersatuan beragam ‘ulama lintas pergerakan, lintas harakah, untuk melihat ini menjadi persoalan Islam yang harus diselesaikan bersama. Jadilah ternyata, ketakbersatuan, ketakbersaudaraan adalah karena kebelummampuan menatap tantangan dan gelap banyaknya permasalahan yang begitu besar di depan.
Bolehlah saya ambil langkah kecil. Persatukan hati hati kita umat islam dengan menyodorkan permasalahan, sehingga semua seia sekata ya bergandeng tangan merajut ukhuwwah menatap satu masalah yang harus diselesaikan bersama.

Persoalannya, gak semua mau peka ngeliat persoalan, karena masih sibuk dengan diri dan urusan pribadi.
Persoalan pribadi, pribadi tiap individu bisa jadi, juga pribadi ‘individu’ kelompok pun mungkin iya.
Semuanya dimulai dari diri sendiri. Tapi selesai dengan diri sendiri. Yang sudah tau kemudian ngasih tau ke yang lain kan ya? Makanya stepnya perbaikan diri, masyarakat, negara, kemudian dunia. Semua step awalnya dari pilinan hati bukan?
Dan itu – menurut saya- adalah rajutan ukhuwwah.

Karena belajar dari yang kecil saja, kepanitiaan di kampus katakanlah, mampu menggeliatkan pemahaman bahwa pilar kerja bersama adalah ukhuwwah. Selebih itu? Lagi lagi kerja sama, amal jama’i, dan seterusnya dan seterusnya. Dan ia, ketika berjalan tak berlandaskan pilar ukhuwwah, dengan tak musyawarah misalnya, atau tak tsiqoh ke selainnya contoh lainnya, ya, sebagaimana membuih lagi pasca kegiatan berjalan.

"Duh,Mahalnya ukhuwwah "
pesimis lagi 
ah enggak, karena proses akan memudahkan semua.
dan sulitnya proses, lagi lagi karena ukhuwwah kita berharga mahal
semahal harga usaha masuk syurga


1 Oktober : 22.59
Multazam 2
Asma Amanina

Comments

Popular posts from this blog

Mencipta Kanal Kanal

Korea untuk menutup 2017 dan mengawali 2018

Memilih, Mengharuskan, dan Memilih Keharusan