SEJENAK JEDA (DAN) PENGINGAT (DAN) PENGUAT : LAPTOP BERKEADILAN
Pengadilan Negeri Sleman hari ini – 26 September 2012 .
Berbeda dengan dua kali saya ke tempat ini di sebelumnya yang sebatas
membayarkan uang tilang berkendara tanpa Surat berakronim SIM, kali ini sedikit
prosedural, dan tentu saja, bagi saya menyibak sekian hikmah.
Jadi begini critanya.
Adalah Ina, mahasiswa Biologi angkatan 2010. Laptopnya
berkasus. Menuntunnya (dan saya) bertemu dengan delik delik hukum dan keadilan.
Mungkin bagi anda anda pembaca ini terkesan biasa saja.
Atau, “ah cerita itu sudah banyak sampai ke saya” begitu kira kira gumamannya.
Tapi tidak bagi saya.
Dari sebuah laptop, dipinjam teman yang sesungguhnya dikenal
oleh sang Ina dari semenjak semester pertama, kemudian laptop tak kembali ke
tangan yang punya, dikabarkan hilang, tau tau nagkring tu laptop di pegadaian,
ditangkaplah sang teman, laptop berubah jadi barang bukti, dan terbukalah kedok
bahwa ini penggelapan (atau pencurian?) barang. Terbuka pula, teman yang dikenalnya
adalah seorang buruh rumah tangga yang ternyata menipu.
Kasus yang masih absurd bagi saya yang melihat dari sudut
pandang orang kesekian. Hanya yang jelas, saya diminta menjadi teman, saat Ina
kudu menjalani status ‘Korban’ dan sekaligus ‘Saksi’ bagi sang pesakitan di meja
sidang.
Masa tunggu sidang yang dijadwalkan jam setengah sebelas
siang, ternyata harus ngaret sekian lama menunggu ruang, jaksa, dan pernik
pernik penegakan lainnya. Ramai. Sangat. Orang lalu lalang, wajah tegang,
keruh, masam, memendam kemarahan, sampai wajah lelah mungkin karena pasrah dia
salah.
Mendadak saya menjadi orang yang beruntung dipertemukan
dengan beraneka kejadian yang Alloh tuntunkan untuk ‘saya nikmati’. Setidaknya,
ini menuntunkan bagaimana mendefinisikan kesyukuran pada dimensi yang tak
biasa. Saya bersyukur, meski tak kaya saya selalu kecukupan, hingga tak sempat
memikirkan mencuri, menggelapkan, apatah lagi menggelapkan proyekan dana
negara. Dibawapun akhirnya saya ke pengadilan, adalah untuk mentadabburi
karuniaNya yang mengucurkan kesyukuran.
Kemudian dua tiga tahanan lewat. Dan lagi lagi selalu,
menyiratkan sepucuk kesyukuran.
Memasuki ruangan jelang adzan Dhuhur terkumandang. Dingin.
Sepi ruangan sidang.
Dibawalah tersangka yang harus teman saya ‘saksi’kan
perkaranya. Melihat wajahnya, berkumpul aneka rasa di kepala saya. jangan
dikira kayak apa wajahnya, cantik kalo boleh saya bilang. Cewek. Perawakan
sedang. Mata saya mendadak berkunang kunang (efek belum sarapan sih J). Mbak mbak macam
begini masak iya jadi terdakwa? Dibelakangnya lelaki tegap yang konon adalah pacar
si mbaknya (percaya sama saya, pasti ni pacar
luar biasa setia).
Cuma berdua. Ina dan saya ada di pihak korban. Mbaknya dan
Mas pacar mbaknya dipihak terdakwa. Seri. Akur kan?
Baru juga sidang dimulai, bu hakim ketua yang terhormat
menanyai mana pengacara, mbaknya katakan, saya butuh pengacara dari negara.
Hmmmmmmm. Jengkel setengah mati saya, mana mbaknya cool sok ngk bersalah gitu,
dan bu hakimnya mengabulkan pula, dengan kata lain ni sidang ditunda lagi
minggu depan. Mbaknya mundur dari kursinya, mendatangi Ina dan mencium
tangannya (dalam rangka apa coba?)
Keluarlah Ina dan saya.
Dan selesailah ni cerita.
Gitu doang???
Tidak saudara saudara. Sekali lagi tidak. Saya akan
melanjutkannya dengan segala pikiran yang terus berkecamuk di benak sepanjang
perjalanan dari PN ke kampus geografi. Pikiran atas saya, dia, dan mereka
*eaaaaa (opo djal –a ?).
Pikiran pertama : kenapa mbaknya yang cantik itu bisa
melakukan satu tindak pidana?
Pikiran Kedua : kenapa ‘hanya’ laptop?
Pikiran ketiga : kenapa ‘baru’ sekarang ngambil laptonya Ina
padahal sudah kenal sekian tahun?
Pikiran keempat : kenapa mbaknya ngk punya pengacara?
Pikiran kelima : kenapa masnya begitu setia ?
Pikiran keenam : kenapa surat penangkapan yang dikirim ke
keluarganya tak berespon sama sekali?
Pikiran ketujuh : kenapa ini meski ‘melibatkan’ saya untuk
ikut tau kejadiannya?
Pikiran kedelapan : kenapa sampai sekarang wajah mbaknya,
wajah para tahanan yang saya saksikan sepanjang saya nunggu, wajah para hakim,
para jaksa, kemudian para para tanaman rambatan di depan PNnya, begitu melekat
tak juga hilang dari ingatan saya?
Bisa jadi mbaknya ini melakukan itu karena suatu hal yang
tak dimengerti banyak orang. Bisa jadi mbaknya ini melakukan pencurian karena
terpaksa oleh tuntutan hidupnya yang serba terbatas sementara dirinya tak cukup
iman untuk menahan diri dari hukum hudud bernama mencuri barang orang. Bisa
jadi karena masyarakat yang tak peka oleh keadaan sekitar. Bisa jadi karena
penegakan hukum yang nampak di TV TV untuk para koruptor yang teramat ringan
hingga sang mbak mengira kalau sebatas laptop pastilah gak bakalan kelihatan
apalagi ketahuan. Parahnya lagi, bisa jadi ini ‘peristiwa’ yang dihadirkan
untuk saya ketahui, agar saya sadar posisi saya dengan sematan mahasiswa
(walaupun tak rajin tetaplah mahasiswa status saya) masih menyisakan banyak
pekerjaan rumah. Tak cukup selesai kuliah dan kemudian berebut lapangan kerja,
atau malah menikmati kerjaan yang membungkam mulut saya dari kepedulian sesama,
apalagi (lagi lagi) mengenakkan saya dengan jalan santai diantara selasar
selasar gedung perkuliahan, menikmati status, dan berorientasi hari tua pasca
kelulusan saya harus seperti apa.
Lagi lagi. Saya belum lulus dari kelurusan niat untuk
menjadi segelintir orang yang peduli. Sampai, Di pengadilan negeri pemandangan
ini mengembalikan lagi, bahwa disini dengan apa yang saya punyai, tak sekadar
untuk dinikmati.
“Ya Alloh, sesungguhnya tekad menafkahkan diri berjuang di
jalanMu tak berhenti sebatas kata dan ikrar di lisan semata. Ada jua angin
sepoi yang melenakan kenyamanan kapal kapal besar, tapi terkadang muncul jua
ego menilik ketokohan diri. Maka ingatkanlah ya Alloh, untuk terus bertahan di
kapal besar, meski tiap diri adalah nampak debu kecil diantara jutaan penyusun
bangunan. Tetapkanlah, agar niat yang oleng Kau luruskan selalu. Bahwa persil
persil permasalahan yang tiada terselesaikan di negeri ini, adalah tak bisa
diatasi satu orang, tapi butuh satu kesatuan, dan PASTI, yang berketetapan pada
aturanMu yang padu, pada tegaknya sesuatu tepat pada tempatnya, tepat pada
momentumnya, tepat pada kostumnya, dan tepat proposional pada segala
bidangnya.”
........................................
Mushola Al Ardlu Geografi : 13.08
ini g bisa di follow ya?
ReplyDelete