KKN (pada akhirnya)
Kaget sudah bersama selesainya masa KKN.
Tekad untuk senantiasa menuliskan satu dua lembar di
blogspot pengalaman harian, terbang sudah bersama aktivitas yang lebih sering
melebihi tengah malam. Banyak pengalaman sudah barang tentu. Sebagaimana dulu
di awal KKN aku pernah sampaikan : KKN itu semua mahasiswa UGM strata 1
mengalaminya, jadi sejatinya ia adalah persoalan yang biasa saja, tapi dalam
setiap individu, sekalipun dia beriring berjalan bersama-sama, pasti perjalanan
yang satu dan selainnya beitu berbeda. dan, pasti istimewa. Ya.
KKN dalam kurun waktu dua bulan, KKN dalam pembelajaran
bermasyarakat yang sangat realistis, membawa satu bekal harta begitu berharga
bagi kaum terpelajar seperti saya : idealisme, sudah barang tentu,
benturan-benturan berharga yang mengayakan pikir dan jernih jiwa semakin
bertubi-tubi datang adanya. Begitulah.
Awal membangun kelompok yang lebih sering disisipi rasa
pesimis. Awal pembagian keseluruhan jumlah anggota yang dibentuk LPPM, sampai
pada perjalanan menjejalkan di tengah masyarakat. Kesemuanya, tak ada kata
selain syukur yang berlipat-lipat dipanjatkan pada yang kuasa.
Bagian yang paling menarik, adalah bagaimana mengakhiri KKN
ini dengan istimewa. Mengakhiri satu fase hidup yang aku lebih sering
menyebutnya sebagai “dongeng”.
Kenapa akhir?
Karna akhir, bagaimanapun, adalah titik balik dimana
membangun mula-mula berikut perjalanan yang akan dilewatinya.
Kami sudah menjadi keluarga. Ya. kami serumah sepondokan
sudah seperti keluarga. Konflik-konflik kecil yang menghidupkan, perbedaan
pendapat yang berakhir sepakat dalam permusyawarahan, beda pandang yang begitu
idealis dan yang begitu skeptis, akhirnya menjadikan kita sepakat menjadi
sebentuk keluarga dongeng. Mana emak, mana kakak pertama sampai anak kelima. Soal
bapak? Biar mereka mengklaim sosok yang mereka segani sekendaknya tanpa perlu
meminta persetujuan sang emak *tapi walhasil, sang emak mau tak mau
mengamininya –Astaghfirullah-*.
Teman-teman jajaran kormasit berempat yang sama-sama bekerja
menjadi kepala keluarga satu pondokan di masing-masing dusun jatahnya. Yang satu
dan lainnya saling mengingatkan ketika sahur tiba memastikan keluarga pondokan
lain terbangun dan mendapati waktu sahur yang berkah didapatinya. Menjadi tempat
bagi anak-anak keluarga yang lain menumpahkan keluh dan kesah, kejengkelan pada
bapak-bapak dan emak-emak kormasit mereka, menjadi tumpuan kata-kata misuh
ketika harus diluapkan, sekaligus –terkadang- menjadi sandaran ketika konflik
bermasyarakat mulai menggoyahkan tekad awal. Ini semua, terasa begitu lucu,
melelahkan, sekaligus membahagiakan.
Kebersamaan yang dimulakan dengan konflik ekspekstasi dan
kepentingan bersama masyarakat yang bermacam-macam. Masyarakat yang....................ah,
ternyata solusi-solusi teoritis kampus tak serta merta bisa diterapkan. Malang melintang,
dicecar, dikritik terang-terangan, dibicarakan di belakang diam-diam,
dipermalukan di depan publik yang berisi jajaran kemasyarakatan kehormatan,
semuanya, begitu membuat keluarga dongeng menjadi kuat-saling menguatkan.
Begitulah.
Sekarang KKN berakhir. Dan memang harus berakhir dan tak
perlu diulang.
Kebersamaan sesama pengusul yang kadang menggila.
Kebersamaan keluarga dongeng yang saling keras kepala
sekaligus erat sudah genggaman tangan satu dan lainnya.
Kegilaan jajaran kormasit yang diterpa kesenangan dan
penderitaan “ngemong” anak-anak sepondokan yang berupa-rupa.
Sedikit keberhasilan memaksakan diri menjejalkan pada komunitas elit
pejabat masyarakat.
Tertawa tanpa jeda dalam rapat bersama pemuda yang sampai 70
orang dalam sekali rapatnya.
Bersama bapak ibu pondokan yang sudah begitu biasa kami “bapak” dan “ibu”
kan.
Keceriaan mereka para anak TPA.. yang “Mbaaaak jangan
lupakan kami!”
Daaaan,,
Bersama KP09 fullteam berikut bapak DPL tercinta
Ah,
Sejauh mana kamu bermanfaat bagi mereka?
:’)
Masih akan setia mengingati dan sekali-kali berkunjung
kembali ke dunia dongeng.
Saat ini, beranjak pada dongeng yang lain : dongeng kampus
berikut derivatnya.
Insya Alloh.
Comments
Post a Comment