Literasi
Minggu kemarin saya disergap perasaan yang aneh, saya terbayang
wajah teman-teman diskusi jaman SMP, teman-teman di OSIS yang langganan tempat ngobrolnya
di perpus (terlalu elegan kalo disebut rapat), juga terbayang rumah tua mbah
kakung . Sampai akhirnya hari Ahad kemarin, setelah melingkar bersama adik-adik
titipan saya sempatkan mampir ke rumah mbah kakung, ditemani salah satu sepupu.
Dengan membuka paksa dan melompat jendela, akhirnya berhasillah masuk ke rumah
yang beberapa bagian atapnya sudah ambles. Sedih, karna buku-buku SMP SMA yang
tidak sempat dipindah sama sekali nggk ada, entah kemana T.T. Memang “hanya”
buku2 tulis dan LKS2, tapi bagaimanapun juga itu buku yang sangat berharga dan
mengantarkan saya untuk tau banyak hal. Pulang ke rumah dengan hati masygul.
Siang ini tadi saya ngater Astri nyegat bis, mau ke kampus
dalam rangka sertijab UK, tiba-tiba terbersit untuk nyari perpus kabupaten, dan
alhamdulillahnya masih di tempat yang sama dengan jaman SD dulu. Hanya berbekal
sandal jepit akhirnya masuk, di dalam ada 3 orang pengunjung berikut 4 atau 5
petugas yang mulai siap-siap pulang. Memutari beberapa sudut ruangan, menengok
buku-buku yang ada, dan menghirup aroma deretan buku-buku tua di bagian pojok. Hmm,
saya merindukan suasana ini, sepi dan sunyi, tapi berteman aksara di
lembar-lembar tulisan orang piawai merangkai kata yang menghidupkan pembacanya.
Pikiran di benak saya berloncatan,dari kegagalan mencari buku-buku tulis SMP SMA yang
hilang sampai diskusi-diskusi dari guru ngaji yang selalu memotivasi tentang visi
manusia untuk peradaban dengan ilmu. Yah, mumpung masih muda, waktu masih banyak
(menurut Ust Dwi Budi sebenarnya waktu kita untuk mengerjakan banyak hal itu
selalu tersedia, selama kita tidak terlalu mendramatisir keadaan atau kalo kata
salah satu dosen : kita segera move on dari satu pekerjaan ke pekerjaan yang
lain), banyak hal yang masih harus dibaca, banyak hal yang harus dikaji dan entah
apa lagi. Ingat dulu bagaimana khalifah Al Makmun dalam kejayaannya di dinasti
Abbasiyah membuka kebebasan berpikir dan sangat berkonsentrasi pada ilmu dan
banyak lagi. (*hegemoni mu'tazilah dan kemunduran militernya coret)
Bagaimanapun, islamlah andil terbesar peradaban ini bermula,
universitas2 dibangun, dan kajian2 dibudayakan, meskikun kemudian sekarang
diaku2 barat.. dan konon katanya dalam waktu dekat kebangkitan akan kembali di
tangan orang islam lagi, dan lebih khusus akan berasal dari tanah negeri kita. Pertanyaannya,
kita mau ambil bagian atau tidak? Dan namanya
menuntut ilmu, katanya ia seperti berburu, butuh kesungguhan (T.T) disela-sela
segala aktivitas primer lainnya, tidak perlu dikejar, tapi harus dibuat mimpi
bertanggal.
Semoga kita adalah bagiannya.
Sepulang dari Perpus Kabupaten
03022015
15:57
Comments
Post a Comment