Baik untuk Diri Sendiri
Menurutmu, untuk apa seorang pekerja kreatif melakukan
pekerjaan kreatifnya dengan sungguh – sungguh? Untuk hasil yang baik? Untuk apresiasi
tinggi dari orang yang menikmati? Atau untuk bayaran yang banyak yang akan
diterima?
Salah satu sutradara film Indonesia melalui akun twitternya
pernah menyampaikan satu pernyataan : “Penonton masuk bioskop itu bayar, menyisihkan waktu, mencari hiburan.
Sudah selayaknya mereka disuguhi konten yg dikerjakan dg baik.
Wuhuu ...
**
Seada – adanya begini saya bekerja dalam lingkup pekerjaan
kreatif. Meskipun tidak berada di bawah naungan Bekraf, belum pernah bertemu
dengan Bapak Triawan Munaf, atau terlibat dalam seminar 1000 start – up. Karna berdasarkan pengertiannya, kartografi
adalah “seni, ilmu pengetahuan, dan teknologi tentang
pembuatan peta-peta sekaligus mencangkup studinya sebagai dokumen-dokumen
ilmiah dan hasil karya seni” (ICA, 1973). See .. membuat peta adalah berkesenian. Melakukan
aktivitas kreatif. Sedapp.
Teman – teman di
sekeliling adalah juga pelaku kegiatan kreatif. Kurang bekerja kreatif apa
seorang perencana? Arsitek? Drafter? Petugas administrasi, koki dapur dan
driver? Alhamdulillah ...
Dalam perjalanannya, kegiatan kreatif yang membebaskan pelakunya bereksplorasi (walaupun tetap pada pakem – pakem yang sudah
dipelajarinya dari pengalaman dan belajar di kelas) tak selamanya berjalan
mulus. Faktor A, B, C dan seterusnya jadi kendala. Ekspektasi yang tinggi yang
tidak sejalan dengan kenyataan, relasi satu orang dengan yang lain dari
disiplin ilmu yang berbeda, salary yang .. komunikasi yang tidak
melalui saluran yang semestinya dan lain – lain.
Satu problem diantara
yang jadi penghambat adalah : ekspektasi hasil pekerjaan orang lain yang
disandingkan dengan gelar yang melekat di belakang namanya.
Baik. Taruhlah banyak
adagium yang mengatakan apalah arti sebuah gelar. Ya kalo dalam lingkup
profesional ya berarti lah. Apalagi bagi yang pekerjaannya jelas – jelas mengfungsikan
hasil belajar selama sekian tahun yang bertransformasi menjadi gelar yang
tersemat di belakang namanya.
Kamu seorang lulusan
geografi yang sudah dinyatakan diterima di sebuah tempat kerja yang mengfungsikan latar pendidikanmu. Kamu ditugaskan
untuk buat peta. Ya orang di luar taunya kamu bisa bikin peta. Mau kamu dulu
pas tugas akhir dibuatkan, mbayar orang, nggak ada gambar peta sama sekali,
orang di luar tidak terlalu peduli. Intinya dia menyodorkan tugas untukmu dan
kamu mengerjakan. Lha kalo kamu nggak bisa memenuhi permintaan? Ada jalur untuk
berkomunikasi, ada teman untuk diskusi, ada teknologi untuk mencari tahu di
teman – teman kuliah dulu, ada internet untuk browsing – browsing, ada satu tim
yang bisa kamu ajak kerjasama ...
Kamu perencana ya kamu
tau teori – teori perencanaan. Kamu punya referensi banyak perencanaan-
perencanaan kawasan, kamu punya daya analisa mumpuni, kamu bisa bikin
presentasi menarik. Kalo pun belum sempurna, ada jalan untuk diskusi, ada
ruangan untuk mengumpulkan orang – orang berbagi pendapat, berdebat, mencari
jalan keluar, bekerja sama ..
Kamu arsitek? Ya menggambar
bagimu sudah luar kepala. Standarmu adalah ahli desain, menggambar bagus, halus
nge-render, konsep bangunan, penampang jalan, DED dan sebagainya pasti tinggal
lari – lari. Kalaupun kewalahan, ada jalan untuk ngobrol bareng,
cerita – cerita, berbagi pendapat, sampe cari hiburan kalo sudah mentok ....
At least .. secara
tidak langsung, mungkin beban. Tapi juga bukan beban. Mungkin penghormatan,
tapi juga bukan penghormatan.
**
Yang menjadikan sedih
adalah : ketika orang lain, atau malah mungkin diri sendiri, tidak bisa
melakukan salah satu dari pekerjaan yang melekat erat dengan tanggung jawab
ilmu yang sudah kita miliki, dan lalu ... merugikan orang lain. Sekali lagi :
merugikan orang lain. Entah berupa terhambatnya pekerjaan orang lain, mundur atau malah bertambahnya tanggungan untuk orang lain, dan apapun itu.
Ya kan bekerja sama
pasti satu sama lain saling bergantungan. Di hadapan pemberi pekerjaan, tidak
mungkin satu orang nunjuk satu orang yang lain sebagai penyebab kesalahan. Tidak
bisa. Satu tim ya satu ditegur adalah untuk teguran semua. Satu diminta untuk
serius ya semua harus serius.
Tidak menjadian kamu rendah ketika mengakui ketidakmampuan. Tidak menjadikan kamu lemah ketika mengakui kekurangan,
karna artinya kamu percaya pada dirimu sendiri bahwa kamu sanggup dan mampu belajar. Tidak tahu
ya tanya, tidak sanggup ya sampaikan, tidak sesuai dengan harapan ya keluarkan apa yang jadi persoalan. Lain itu, ya sudah. Kerjakan apa yang sudah menjadi
kesanggupan dengan sebaik – baiknya. Dengan standar yang sebaik – baiknya.
Kalo petamu bagus - sebagai sebuah proses kreatif yang dikerjakan
sungguh – sungguh- kira- kira hasilnya untuk siapa?
Kalo perencanaanm mendalam
dan komprehensif, apresiasi tinggi akan disampaikan kepada siapa?
Kalo desainmu bagus,
serius – sebagai proses kreativitas dan penghargaan pada kemampuanmu sendiri, kepuasan
itu menjadi milik siapa?
Portofolio kembali
pada diri kita sendiri.
Pengalaman akan jadi milik sendiri.
Kepuasan akan disimpan sendiri.
Pada akhirnya, bekerja
dengan baik, kebaikannya akan kembali ke diri kita sendiri.
.
Lalu mengapa tidak
berusaha sebaik – baiknya?
.
Atau malah lebih parahnya : merugikan orang lain?
.
.
Jadi inget Giselle di FastFive : "let's do it again .."
.
29112017
22:03
Comments
Post a Comment