Korea untuk menutup 2017 dan mengawali 2018


Tidak banyak film atau drama korea yang saya tonton, jika dihitung sepertinya tidak sampai sejumlah jari tangan dan kaki digabung. Jika sekarang anak – anak SMA sampai ada yang jadi korban hampir ikut bunuh diri karena idola korea mereka bunuh diri, maka saat SMA perbendaharaan film yang saya tonton masih seputaran film – film lokal yang kebetulan tayang di TV. Atau .. beberapa film yang berbaik hati bisa ditonton di lab bahasa (yang waktu itu masih baru) SMA, seperti nagabonar, ayat – ayat cinta 1, dan kiamat sudah dekat.

Film dan drama mulai saya tonton ketika saya tinggal di kontrakan, satu persatu penghuni kontrakan lain bercerita dan saya kebagian antusias, dan lalu ikut nonton. Film korea yang pertama saya tonton sepertinya adalah The Classic (2003). Sebuah film romance – melodrama yang saya tonton tahun 2011. Bintang 3 dari 5 untuk film ini. Kemudian teman – teman satu kontrakan sering marathon film yang saya tidak terlalu mengikuti. Saya lebih tertarik film dan drama jepang yang juga saya kenali pertama kali di kontrakan : Attention please (2006), Swing Girl (2004), Littre of tears (2005), Hanakimi dan beberapa yang lain. Lalu berlanjutlah pada berbagai film lintas genre, tahun dan asal negara. Termasuk tahun – tahun menjelang lulus sampai dengan masa – masa di awal kerja, saya dari yang nol soal perfilman (pada dasarnya saya anak yang lebih suka baca buku daripada nonton) sampai mulai bisa menfilter banyak film (wkwkwk). Setidaknya, mulai bisa mencerna ketika kritikus – kritikus bicara dengan istilah film.

Dua yang membekas sekaligus dua film korea terakhir yang saya tonton (satu series dan satu film panjang) masuk dalam deretan film yang bagus (menurut banyak orang yang punya banyak referensi korea, dan saya mengamini setelah saya nonton).

1. Becasue this is my first life (BtimFL - 2017)

“Tidak mengapa kita melakukan kesalahan, toh ini adalah hidup pertama kalinya kita. Setiap kita pasti sedang coba – coba.”

Tidak begitu sih, tapi intinya kurang lebih begitu.

Mengisahkan seorang perempuan mandiri yang berprofesi sebagai asisten scriptwriter untuk beberapa drama di stasiun TV Korea. Karena masalah keluarga akhirnya dia memutuskan untuk pergi dari rumah (yang rumah tersebut dibiayai sebagian besar oleh dia) dan akhirnya tinggal satu apartemen dengan laki – laki yang kelak akan dinikahi sebagai suami kontrak. Meskipun ada tiga kisah yang dibeberkan disini (satu peran utama dan dua peran pembantu) sepanjang drama saya hanya fokus di tokoh utama.
Lagi-lagi menurut teman yang mengikuti banyak drama korea, ini drama termasuk bagus dan jarang. Bagus dari segi aspek film, dan jarang dari sisi konten yang memaparkan wanita mandiri dan seluk beluk pernikahan. Kutipan Goethe : tentang komitmen, tentang Room 19 atau personal space even seseorang sudah berkeluarga, tentang neurocortex dan juga setting tempat dan karier yang sangat pas untuk era sekarang. Kelemahan hanya terletak di tempo yang terlampau lambat dan porsi peran pembantu yang bagi saya kebanyakan wk. Empat dari lima bintang untuk film ini.

“Even though you live through yesterday, doesnt mean you know everything about today”

2. Ode to my father (2014)

Kalau mau banjir air mata, selain Harmony dan drama Miracle in cell 7 tontonlah film ini. Hampir semua film dengan setting pertempuran saya suka. Dan Ode to my father adalah salah satunya. Dengan durasi dua jam lebih dikit, film ini mengisahkan seorang anak laki – laki tertua, yang berpisah dengan ayahnya ketika mengungsi dalam situasi chaos akibat perang. Anak laki – laki tumbuh dewasa dengan kalimat yang selalu dia ingat dari ayahnya, bahwa dia adalah penanggung jawab keluarganya kini : satu orang ibu yang liat, pekerja keras, dan dua adiknya laki – laki dan perempuan (ada satu adik perempuan lagi sebenarnya yang jatuh ketika naik kapal pengungsi dan itulah sebab akhirnya dia terpisah selama – lamanya dengan sang ayah). Dari satu pekerjaan kasar ke pekerjaan kasar lain, dari satu tempat ke tempat lain. Hingga tumbuhlah dia dewasa dan menua dengan sedikit waktu untuk dirinya sendiri.
Orang yang memegang teguh janji untuk sesuatu yang besar (bagi tokoh utama, janji kepada ayahnya adalah urusan besar) memang bisa melakukan apa saja. Yang irasional baginya tampak mudah saja, bagi dia yang hampir mati karena terjebak di penambangan bawah tanah pun, tak menyerah dengan ajal karna diingatnya wajah ayahnya.
Teman saya memang sedikit gila, saya nonton setelah dia mengcopykan file film ini dan saya sesenggukan sepanjang nonton di meja sampai jam kantor bubar wkwk.

Itu dua film, satu drama dan satu film panjang yang bagus. Menutup 2017 dan menyambut 2018 saya dengan apik. Akhirnya bukan asal negara mana film itu berasal, tapi konten dan penceritaan yang bagus yang lebih layak jadi pertimbangan.
kan?

15012018
9.40



Comments

Popular posts from this blog

Mencipta Kanal Kanal

Memilih, Mengharuskan, dan Memilih Keharusan