Pilihan : Pondasi pun Memilih Batu Kuat Bahannya
Banyak yang tentu menjadi ganjalan bagi kita, ketika memulai
kehidupan yang berbeda. Sekali lagi, banyak ganjalan dan hal baru yang tentu
saja tak sama dengan sebelumnya. Apalagi
setelah memantabkan diri untuk mau dan bersedia bergabung dalam kapal besar
bersama komunitas, organisasi, jamaah, kelompok, dan atau kendaraan lain untuk
satu misi besar kemajuan umat dan agama yang sepenuh jiwa kita cintai ini.
Mantab? Bisa jadi masih perlu digali. Yakin? Barangkali masih harus banyak
dikaji ulang, ditelaah lagi dan lagi berkali kali.
Tapi pilihan telah jatuh, kita menerima dan bersedia.
Barangkali tak kita maui dan tak kita sediai pun tak jadi mengapa. Kapal itu
akan tetap melaju, kendaraan untuk mencapai terminal akhir Ustadziatul ‘Alam
akan tetap berjalan kencang. Dengan atau tanpa kita, ia akan selalu ada, diisi
oleh pahlawan pahlawan yang tak puas monument hidupnya sebatas tiga larik
tulisan di pusara. Ya.
Tapi pilihan telah jatuh. Sekali lagi ini pilihan, bukan
paksaan, apalagi dakwaan. Ini pilihan dari sekian banyak pilihan yang
bertaburan yang kita mantabkan untuk kita pilih. That is.
Maka sejatinya buah dari pilihan ini akan kita petik. Mana
kala komitmen itu kita jaga, kita mantabkan di tengah tengah coba dan uji kala
perjalannya. Kita jaga betul betul. Meski itu tak mudah. Terpaan dari luar,
goncangan dari pribadi, lagi dan lagi, tak henti. Karena sekali lagi, ini
konsekuensi logis dari pilihan yang telah kita mantabkan
Ini pilihan, yang darinya berbuah konsekuensi yang muncul
otomatis tak diduga. Memang seperti itulah tabiatnya.
Yang pertama membangun basis. Membangun pondasi. Tak cukup
batu batu besar kokoh asal ditata. Ada yang perlu dipukul hancur, ada yang
dilempar kuat, ada yang dibenamkan jauh tak terlihat ke dasar galian tanah. Dan
itu keras. Seperti itulah fase awal membangun basis kekuatan. Terbanting
terpelanting, terhujam tertunjam, terpukul terhancur, satu rasa : Menyakitkan
ketika itu waktunya. Pada saat itu, sakit semata rasanya.
Begitulah tabiatnya. Ego yang harus dibungkam, ditekan kuat.
Kepercayaan pada saat kepahaman masih tertatih pada bangunan yang tampak masih
abu, itulah tabiatnya. Ujian itu bernama ketha’atan. Dan korelasinya adalah pada eskalasi
pemikiran kita yang harus dan harus segera berlari membaca zaman, menerawang
masa depan, dan membahasakan dengan apa yang bisa dipahami banyak orang. Itulah
tabiatnya. Ego. Pengakuan kekerdilan individu. Dan pemaksaan diri bertahan dan
segera paham banyak hal.
Ini pilihan sekali lagi. Kau tak memilih akan ada yang
menggantikannya segera. Kapal akan tetap laju, kencang, sangat kencang. Lautan
yang diseberangi pun kian dalam. Hiu paus kian liar. Ombak gelombang kian kuat
menerpa buritan kapal. Ini pilihan.
Dan tempaan itu akan muncul diawal. Di sebagian pertanyaan
yang terjawab tak singkat. Menyakitkan. Atau kadang tak memberi ruang banyak
kita bertindak semaunya. Ya. Karena pondasi itu memilih bahannya. Menempa
dengan keras. Sangat.
halo gan,
ReplyDeletetetap semangat tinggi ya untuk jalani hari ini ! ditunggu kunjungannya :D
trims ud berkenan mampir :D
ReplyDelete