Bersama Mereka Mari Belajar Mengerti : Tak Instan
Kamu harus selalu ingat, di dunia ini tidak pernah ada
sesuatu yang baik yang itu tercipta dengan instan.
Percayalah.
Jangankan hanya makanan atau mie instan, perubahan-perubahan
nasib seseorang, perubahan besar yang berhasil diciptakan di tengah masyarakat,
perubahan pola pikir dan tingkah laku yang dipunya satu dua orang, tercipta
atas proses yang berproses. Tercipta atas proses yang terdiri atas
dakian-dakian yang menaik, yang sudah barang tentu, menyisa dan menghadapkan di
muka kita, tantangan-tantangan tak sederhana.
Itulah kesimpulan dari banyak kejadian di hari ini.
Lagi-lagi soal masyarakat.
Masyarakat yang sudah mapan pula.
Masalahnya adalah ketidak tampakan dan ketidak mudahan
menemukenali masalah.
Hei. Ini hanya soal ketergesaan dan kemauan untuk ber-instan
itu tadi.
Jadi inti utamanya adalah : keinginanmu untuk segera tahu
dan menyelesaikannya secara instan. Padahal sudah kubilang berkali-kali, bahwa
instan tak menyisakan apa-apa kecuali hal yang tak sempurna kebaikannya.
Putusan seorang, yang melibatkan serombongan yang bakal
terkena dampak, tanpa ada prosesi saling paham saling musyawarah : putusan
selesai dan berhasil dengan instan. Tapi pasti, ada satu dua yang terkecewakan.
Tak sempurna kebaikannya.
Usulan-usulan akar rumput yang hanya berhenti pada
gerutuan-gerutuan tanpa ada penyambung lidah dan penyampai pada yang
berkepentingan, kemudian berubah menjadi apatisme yang menyubur. Adalah keputusan
para akar yang instan. Selesai mungkin kesah di sehari. Tapi, itu hanya hasil
yang instan. Sudah bisa dipastikan, tak sempurna kebaikannya.
Semua berebut menjadi pemberi ide terbaik. Semua merasa
usulnya paling sempurna. Semua bicara. Semua pekak telinganya. Akhirnya lontaran-lontaran
tak patut keluar untuk menyudahi pembicaraan yang terus terputar-putar. Kemudian
putusan dalam kondisi kepala pening keluar. Segera. Sebuah pengambilan jawaban
yang instan. Tidak bisa tidak, tak sempurna kebaikannya.
Itulah.
Maka barangkali waktu yang sedikit tak mampu
menyempurnakannya.
Tapi.
Kita telah menanam dalam jiwa bahwa sepanjang hidup adalah
fase belajar. Sedang manfaat barangkali akan meng-efek dengan sendirinya. Dengan
begitu saja. karna belajar tak melulu berupa aku kamu. Tapi dalam nuansa tak
berhadapan. Tapi saling merasai pelajaran. Yang meluap-luap. Yang tak
bertepi-tepi.
Maka jangan kau tergesa dengan ingin menyempurnakan semua.
Kau punya waktu kapan mengakhiri, dan kau ada waktu mewaris
pengganti.
Tidak instan.
Tapi yang bertahap. Tapi yang berproses. Tapi yang tak hanya
atas sudut pandang satu, kesemuanya, sepersil-persil, menjadikannya saling
menyempurnakan.
Ah bahasaku tak mudah dipahami.
Memang.
Aku sedang belajar. Tak ingin berlama-lama untuk bisa
sebenarnya, tapi yang baik sulit sekali untuk bisa instan.
0:33
23 Juli 2013
Comments
Post a Comment