Review Rantau 1 Muara (Buku ketiga Trilogi Negeri 5 Menara)
Penulis : Ahmad Fuadi
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Kategori : Novel
Di Resume oleh / Grup : Rathi Yusnovia / IM2
Alif, lulusan Pondok Madani, sekarang sudah bisa mewujudkan satu per
satu mimpinya. Laki-laki berdarah minang yang dari kecil gemar menulis ini
perlahan demi perlahan menuai hasilnya dari menulis. Tulisannya tersebar di
berbagai media massa. Sejak di Pondok Madani ia menemukan tulisan mujarab yang
selalu ia ingat “Man Jadda Wajada”
(Siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil).
Sepulangnya dari Kanada dan Singapura, tempat ia berkesempatan untuk
belajar karena mendapatkan beasiswa, Alif langsung di wisuda. Lulusan terbaik
Jurusan Hubungan Internasional UNPAD ini banyak dilirik oleh
perusahaan-perusahaan ternama di Indonesia. Namun sayang, lulus di saat yang
salah akhir 90-an, Indonesia mengalami krisis ekonomi dan masa reformasi. Sejak
itu lowongan pekerjaan sulit untuk dicari dan perusahaan-perusahaan besar pun
banyak gulung tikar.
Alif tak mudah menyerah, demi impiannya, amak beserta adik-adiknya di
kampung, ia mencoba melamar pekerjaan di ibukota. Secercah harapan itu muncul
ketika Alif diterima menjadi wartawan
Derap, media massa yang terkenal di ibukota. Di sini Alif menjadi dirinya, Alif
yang gemar menulis. Alif banyak mendapatkan ilmu dari Mas Aji dan Mas Malaka,
pimpinan redaksi serta mendapatkan sahabat baru, yaitu Pansus. Setelah beberapa
bulan bekerja, hatinya terpaut pada seorang gadis, wartawan baru. Gadis itu
ternyata adalah sahabat dari Raisa. Raisa yang pernah ia suka namun sudah
menjadi milik Randai, sahabat sekaligus lawannya. Gadis itu adalah Dinara,
gadis metropolitan lulusan Komunikasi Universitas Indonesia. Alif tak mengira
bahwa Dinara yang ia anggap gadis manja dan layaknya gadis-gadis ibukota,
adalah sosok gadis mandiri, pintar, cekatan dan berwawasan luas.
Mimpi itu terwujud ketika Alif mendapatkan beasiswa Fullbright untuk
kuliah S-2 di School of Media and Public
Affairs, George Washington
University, USA. Alif pernah menulis mimpinya dengan tulisan besar dan
spidol merah di dinding yang berbunyi “Aku
ingin ke Amerika”.
Di Amerika, Alif bertemu dengan Mas Garuda yang sudah dianggap sebaga
sahabat sekaligus Abangnya. Setiap hari Minggu selepas Ashar, Alif sering
mengikuti pengajian rutin di Kedutaan Indonesia yang diadakan oleh Ustadz
Fariz. Tidak seperti biasanya setelah pengajian selesai hingga berhari-hari,
ada yang mengganjal dipikirannya. Ucapan yang disampaikan oleh Ustadz Fariz, yaitu menyegerakan menikah,
mengganggu pikirannya. Menikah? Apakah gadis yang akan dia nikahi mau
menerimanya?. Pada akhirnya dia memberanikan diri untuk menyampaikan maksudnya
meminta izin dan meminang gadis pujaan hatinya itu, Dinara, kepada kedua
orangtua Dinara. Gayung pun bersambut, orang tua Dinara menyambut baik maksud
dan tujuan Alif. Setelah liburan kuliah, Alif pulang ke Indonesia dan langsung
meminang Dinara. Saat itu Dinara begitu cantik dengan pakaian adat Minang
Sunting 5 Tingkat.
Setelah menikah di Indonesia, Alif langsung membawa Dinara ke
Amerika. Mereka tinggal di apartemen kecil, Old
York kawasan Foggy Bottom. Hari
demi hari mereka lewati, Dinara yang mulai terbiasa dengan statusnya sebagai
seorang istri, memasak dan membersihkan rumah. Sampai suatu ketika Dinara
mendapatkan beasiswa dan diterima di Univeritas tempat Alif kuliah dan menjadi
wartawan ABN, media massa yang terkenal di Amerika. Kebahagian itu kembali
datang ketika Alif telah resmi menyandang gelar Masternya dan diterima kerja
menjadi wartawan ABN. Alif dan Dinara pun menjadi rekan kerja yang kompak dan
saling mendukung satu sama lainnya.
Washington City, 11
September 2001, tragedi yang tak pernah dilupakan oleh warga Amerika bahkan
dunia tak terkecuali Alif. Tragedi itu membuat Alif kehilangan abangnya, mas
Garuda. Mas Garuda pun tak kunjung ditemukan. 2 tahun setelah tragedi itu, Mas
Garuda tidak ada kabarnya, apakah ia masih hidup atau ?. Peristiwa itu
mengoyahkan jiwanya. Rasa kehilangan itu berkepanjangan dan di dalam hatinya
ada sebuah lubang menganga yang tidak benar-benar sembuh. Bayangan Mas Garuda
kadang-kadang masih muncul. Di dalam hati kecilnya, Alif belum mau mengakui
kalau Mas Garuda sudah tiada. Mas Garuda hanya hilang sementara.
London, Desember 2003
adalah reuni Sahibul Menara setelah 11 tahun tidak bertemu. Di sini tanpa
rencana Alif dipertemukan oleh sahabatnya sewaktu belajar di Pondok Madani,
Raja dan Atang. Mereka sama-sama menghadiri undangan The World Inter-Faith Forum. Yang jelas mereka tidak berenam lagi,
mereka sudah punya kehidupan masing-masing dan telah meraih mimpi
masing-masing. Mimpi yang pernah terucap dibawah Menara Masjid Pondok Madani.
Said meneruskan bisnis batik keluarga Jufri di Pasar Ampel. Dulmajid mendirikan
Pondok dengan semangat Pondok Madani dengan bekerjasama dengan Said, di
Surabaya. Baso kuliah di Mekkah dengan modal hafal isi Al-Qur’an di luar
kepala. Sedangkan Atang, 8 tahun menuntut ilmu di Kairo dan sekarang menjadi
mahasiswa Program Doktoral untuk Ilmu Hadist di Univesitas Al-Azhar. Sementara Raja setelah menyelesaikan kuliah
Hukum Islam dengan geral License di
Madinnah sudah 1 tahun menetap di London.
Setelah bernostalgia dan bertemu dengan sahabatnya, memaksa Alif
untuk memikir ulang misi hidupnya. Tulisan mujarab ketiga “Man Saara ala darbi washala” (Siapa yang berjalan dijalannya akan
sampai di tujuan). Hidup hakikatnya adalah perantauan. Suatu saat akan kembali
ke akar, ke yang satu, ke yang awal. Muara segala muara.
Alif tahu bahwa seenak-enaknya di negeri orang, negeri sendiri jauh
lebih nyaman. Alif pun pulang ke Indonesia bersama istrinya, Dinara, dan
memulai hidup baru, mengabdi untuk negeri tercinta, Indonesia.
Rantau 1 Muara merupakan kisah pencarian tempat berkarya, pencarian
belahan jiwa dan pencarian di mana hidup akan bermula.
Tiga barisan tulisan tangan itu masih jelas tertera di kertas yang
telah menguning. Tiga baris yang menjadi dayung hidup Alif selama ini.
Man Jadda Wajada
(Siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil)
Man Shabara Zhafira
(Siapa yang bersabar akan beruntung)
Man Saara ala Darbi
Washala
(Siapa yang berjalan dijalannya akan sampai di tujuan)
END
Comments
Post a Comment