Heh. Tanggal 19 Juli udah puasa tho? Cepet banget ?!!
Krik krik. Hutangku sudah lunas ato belum yak? 7 hari
kayaknya saya gak puasa Romadhon lalu. Kayaknya sih lunas. Ya gak sih? Haish.
Romadhon akan datang. Akankah ia hanya menjadi sebatas
ritual puasa saja laik tahun tahun sebelumnya? Yang lantas ber-ending lebaran
dan syawalan keluarga besar?
Romadhon akan datang.
Nostalgia jaman SMA. Di awal awal kenal tarbiyyah. Di awal
awal kenal buku buku motivasi. Di awal awal kenal indahnya meretas visi.
Semua target ditulis. Hafal sekian surat. Jatah tilawah
sehari sekian juz. Sebulan sekian juz. Target infaq harian, target silaturahim,
target baca buku, target sholat ini
target sholat itu. Detail. Ketulis.
Berjalan. Tak sekali dua kali romadhon.
Dan hasilnya? Ya setidaknya saya punya penilaian atas
capaian ibadah yang saya targetkan. Ya meskipun (lagi lagi) adalah penilaian
subjektif yang cukup dinilai kasat mata sahaja.
Lalu masuk kuliah. Jadi keinget betul. Tahun pertama kuliah
adalah tahun yang (cukup) heroik. Bulan Romadhonnya adalah juga bulan yang
(cukup) heroik. Bulan September bulan Romadhonnya. Dan itu kurang lebih
sebulanan masuk perkuliahan. Dan perkuliahan adalah dunia yang sama sekali
berbeda dengan zaman zaman sebelumnya.
Romadhon taun pertama perkuliahan, Agustus – September 2009.
Saya habiskan dengan pagi kuliah dan jaga toko sepulangnya. Banyak lembur.
Karena Romadhon. Dan toko tempat saya kerja adalah toko jilbab dan perlengkapan
muslimah.
Saya ingat. Target target ibadah yang harus saya capai ada.
Ya. Ada. Tapi saya hentikan pada lintasan pikiran di benak dan kepala. Saya tak
menuliskannya untuk ditempel di dinding kamar untuk bisa dilihat sewaktu waktu.
Saya tak melakukan itu.
Saya juga ingat. Tak ada kamar waktu itu. Karena ruangan di lantai
2 ruko yang biasa buat ‘kamar tidur’ mendadak dipenuhi tumpukan jilbab cadangan
yang ditargetkan terjual sepanjang Romadhon dan jelang hari raya.
Romadhon taun pertama perkuliahan, dengan target yang
mengawang awang. Dengan pola ibadah yang acak acakan. Tarawih bahkan tak pernah
berjamaah karna toko tutup jam 9 ato jam 10.
Romadhon selesai. THR datang. Sepasang hem panjang-jilbab
saya beli atas permintaan adik saya yang baru kelas 3 SMP kala itu. Bangga.
Saya merasa berharga.
Hari ketiga saya sudah menyambangi toko. Karena liburnya
memang Cuma 2 hari. saya jalani dengan senang hati. Dan saya merasa berarti.
Di satu waktu saya hitung kembali. Tilawah saya. Jumlah
hutang puasa saya. Jumlah hari yang saya bisa I’tikaf. Saya hitung ulang.
Dengan parameter perhitungan yang mengawang awang karena memang gak pernah
sempat saya tuliskan.
Hasilnya absurd.
Hati saya kecewa. Inilah bulan Romadhon yang lewat, membekas
tanpa amalan optimal yang saya bisa banggakan.
Romadhon kedua perkuliahan.
Agustus 2010.
Sudah keluar toko kala itu. Trus privat tiap sore dari rumah
ke rumah. Buka bersama sesekali bersama orangtua adik les. Menyenangkan.
Setidaknya dibanding setahun sebelumnya.
Ada target saya tuliskan. Ada juga ritual tarawih jamaah
yang saya lakukan, di masjid polsek dekat kontrakan. Kajian buka bersama, di
beberapa masjid sempat saya ikuti. Dan target target tertulis saya lakoni.
Di rumah adik les saya yang kebetulan nasrani, panjang lebar
sang ibu yang semula muslim bercerita gimana bahagianya ia ketika ritual
tahunan ini tiba. Meskipun ia kini pindah agama, raut matanya tak bisa dusta
tentang kenangan indah masa lalunya.
Pun anaknya. Celotehnya ceria ketika membagi es buah untuk
saya. Bintang suka puasa. Terutama saat berbuka.
Romadhon di tahun kedua perkuliahan, terselip didalamnya
agenda PPSMB Fakultas. Meriah? Iya. Ada buka bersama di setiap akhir hari.
rapat rapat dan syuro syuro mulai saya ikuti. Itu juga sebentuk energi baru,
setelah setahun awal perkuliahan saya menahan diri dari aktivitas-aktivitas
padat organisasi.
Romadhon ketiga
perkuliahan.
Juli – Agustus 2011
Tak jauh beda dengan tahun kedua. Kajian kajian pagi saya
ikuti. Sore hari jualan minuman di pinggir jalan. Menginjak pekan kedua saya
perbantukan liburan untuk kembali jaga toko.
Sampai malam lebaran. Toko masih buka sampai larut malam.
Membantu pembeli mengaduk aduk tumpukan dan pajangan jilbab mencari warna yanag
cocok dan pas dengan baju barunya.
Ibadah saya masihlah keurus, tilawah dan tarawih jalan. 10
hari terakhir ada waktu cukup banyak saya habiskan di maskam.
Sampai malam lebaran. Saya sampai rumah berkendara motor
orang. Dan ternyata di kampung halaman lebaran masih menanti keesokan hari.
Dihitung hitung.
Sepanjang saya kuliah. Dinamika Romadhon mengajarkan
manajemen dan penguasaan diri secara lebih dewasa – bagi saya-. Saya yang tak
lagi milik saya sendiri. 3 Romadhon yang saya lewatkan, berturut turut
mengajarkan saya ke-dewasa-an. Dalam arti yang sesungguhnya. Menilai substansi
hidup secara lebih arif. Lebih arif dan natural dan kesemua gerak dan tingkah.
Lebih arif dalam menekuni makna kesungguhan yang mungkin selama ini masih saya
lewati dengan semu. Memaknai arti militansi yang mungkin dulu masih saya
peroleh lewat buku buku ataupun bahkan fiksi.
Meskipun saya masih bertanya. Cukupkah saya dewasa dengan
ini semua?
16an hari lagi adalah masuk Romadhon keempat saya di bangku
perkuliahan.
Hmm. Proses pendewasaan apa yang akan Alloh ajarkan lagi
dalam waktu dekat dekat ini?..
Asrama, maskam, mardliyyah, kampus, toko Firdaus, koperasi
Salimah Kossuma Depok, rumah les Narita..
Beberapa titik sentral yang akan saya sambangi dalam aras
kedewasaan selanjutnya, titik titik taget dalam mutabaah bahkan sampai hai ini
belum ada yang saya tuliskan. Puasa puasa pemanasan sya’ban yang tak kunjung
tertunai,
Titik sentral, target mutabaah, dan proses baru
pendewasaan,.
Semoga tak mem-prematur-kan saya memaknai usia usia saya
yang kian meninggi.
21 tahun sudah usia saya ternyata.
Comments
Post a Comment