Kuberitahu Tim, Namanya Karakter! Namanya Suluh!
Saya baru menyadari, bahwa
anak-anak ukesma/PMI/PMR punya satu prinsip yang sangat istimewa. Jika ada
kecelakaan atau kasus yang membutuhkan pertolongan, prinsip yang harus dipegang
adalah yakinkan diri anda wahai calon penolong, pastikan diri bahwa yang akan
menolong memiliki kesiapan dan tingkat keamanan yang baik, yang kedua, sang
penolong harus punya setidaknya kecakapan dasar dalam memberikan pertolongan.
Logika sederhananya, saat mendaki gunung misalnya, jika ada satu anggota
rombongan yang terjatuh di jurang, atau mendapati satu orang dari rombongan
lain yang jatuh, pastikan ketika akan menolong sang penolong dalam keadaan aman
(berpijak pada pijakan batu yang aman, mengulurkan tali yang punya patokan
aman, dan seterusnya), selanjutnya pastikan anda wahai sang penolong, punya
ilmu bagaimana cara menaikkan sang korban dari dasar jurang. Hal ini berlaku
mutlak. Jika tidak, sudah barang tentu sang penolong yang berniat berbuat baik
tadi punya peluang besar pula untuk longsor jatuh ke jurang, atau memperparah
kondisi sang korban. Sudah banyak cerita, korban meninggal di ketinggian sekian
meter dpal karena cedera ringan, namun mendapati pertolongan yang terburu dan
keliru.
Yang kedua, anak ukesma dan PMI
selalu mematok prasyarat ketika membuka donor darah. Minimal berat badan 50 kg,
tekanan darah sekian sekian, darah sekian sekian, jeda dari masa haidh sekian
hari, tidak punya bawaan penyakit ini dan ini. Jika memaksa diri mendonorkan
darah meski tak mencukupi, dokter yang ahli tentu punya prediksi, donor akan
menjadi korban kekurangan darah atau terkena penyakit yang selainnya.
Prasyarat saudara. Sebelum kita
melangkah maju. Sebelum niat tulus memberi dan menghadirkan kebermanfaatan bagi
sesama kita lakukan.
Prasyarat mutlak sebelum menjabat
sesuatu pastilah dia mumpuni di bidang itu, karena sabda Nabi jelas, “serahkan
urusan pada ahlinya”. Jika tidak, maka tunggulah masa hancurnya. Juga
pra-syarat bernama ilmu. Ilmu sebelum melakukan amalan-amalan, apalagi amalan
yang besar dan bernilai besar. Tentu semakin besar kadar prasyarat yang harus
diampu.
Bukan apa-apa, nilai ilmu membuat
kita senantiasa punya misi dalam hidup. Nilai menambah kapasitas selalu
bernilai lebih dalam hidup. Nilai tambah inilah, yang membuat kiat senarai
mengerti satu patah kata hikmah “stay foolish, stay hungry”. Pada apa? Pada satu bernama bekal
sebelum amal. Namanya ilmu, namanya kapasitas. Lagi-lagi, inilah yang membuat kita
senantiasa punya misi. Punya suluh dalam menjalani hari-hari. Posisi kawan? Ah
itu hanya sebentar. Menuju posisi kawan? Ah itu masa tak pasti. Menanti
hari-hari, lagi-lagi menjadi hal yang serba abu-abu dan menjemu jika tak ingat
satu patah hikmah bernama mencari ilmu.
Sedih kadang melihat hiruk pikuk
yang melelah bertabur simbolik kian kemari. Semu kadang dirasa karena semua
menjadi nampak sama seragamnya. Antara kemasan yang memang cermin isinya, juga
antara kemasan yang dalam rangka menjual isinya. Bukan apa-apa. Kapasitas paham
yang jadi elan vital itulah yang menjadikan kian susah dijumpa. Bukan pada kita
karna bisa jadi kita sempat mencecap, bahkan lama mencecap pengajaran bernama
ideal. Ya. Namanya idealisme meskipun sekarang lantas kita harus mengikut
bagaimana butuhnya masa. Masih, bagi kita suluh itu terpatri kuat dalam dada,
suluh bernama ideal, suluh bernama kemauan kuat mencari-cari senarai sinar
dalam sepi. Dan generasi pun juga merindui itu pula bukan? Meski terbungkus,
meski tersimbol,, ia masih selalu ada kan? Karna kita bukan kelompok simbol,
jika pun memang harus ada yang didaulat menjadi simbol, tapi yang mendasar,
kita kelompok yang masing-masing punya karakter bukan?
Karakter kuat. Karakter. Ya.
Karakter. Yang didalamnya tercermin hal yang ideal. Yang melangkah pasti, yang
membuat orang akan “Aha” dan “inilah” ketika kemudian mendapati. Maka dari
sinilah, sesungguhnya ada tekad, mati satu tumbuh seribu.
Karakter itu, kata orang tua, ada
sepuluh, oh, barangkali bisa lebih. Kau masih ingat? Kalo ya sebutkan? Cukup?
Ada yang lebih kawan. Namanya usaha meningkatkan ia, lagi, dan lagi. Karna ia
bukan lompatan yang bisa dihilangkan kan jika sudah beranjak pada tingkatan
yang meninggi? Roboh kelompok ini.. karna ia susunan batu bata, bukan rekaan
menjulang yang ternyata berisi gabus keropos saja.
Ya. Namanya idealisme. Karakter.
Dan suluh dalam gelap. Namanya itu.
Dakilah gunung dan laluilah jalan
panjang itu! Dan kau tim akan menemukenali setitik itu.
Concat 25 Mei 2013
16.46
#dengan menulis ini saja, aku sudah bahagia
#dengan menulis ini saja, aku sudah bahagia
Comments
Post a Comment