Baik dan Benar : sampai sekarang saya masih menakarnya dengan manfaat
Adalah EXACT, sebuah lembaga interdisipliner yang baru
berumur satu tahun. Berdiri sejak Juli 2012. Masih di bawah As Safa,
Kamadiksi-nya UIN. Tahun ini mereka menargetkan agar ia jadi UKM kampus
mandiri, mengingat belum ada lembaga keilmuan tingkat univ yang dikelola
mahasiswa. Dibanding UGM, jelas mereka terlambat sekian tahun. Gama Cendekia,
UKM yang serupa dengan yang
dicita-citakan UIN, berdiri pertengahan
tahun 2001, lebih dari satu dekade.
Saya diajak berkenalan dengan lembaga ini, beberapa
hari yang lalu, saat teman seasrama yang ngurusi kaderisasinya minta tolong
dicarikan pembicara terkait “teamwork”. Walhasil, dua hari sebelum hari H
dia-nya malah nembak saya. Saya cari alasan untuk menolak, “saya carikan lagi
temen kampus”, “anak GC aj coba”, dan seterusnya, tapi walhasil, di hari H saya
yang berangkat. Di sana, ada Ayik juga di sesi “KPK”.
Ustad Deden yang sekarang sedang menempuh S2 Sejarah
Kebudayaan Islam disana pernah cerita, “bedanya anak UIN sama anak U**, selama
saya merasakan antara keduanya, cukup mencolok. Anak UIN tu minat baca bukunya
tinggi. Suka nulis. Bacaannya banyak.” . Kata-kata ustad cukup saya rekam
sepanjang perjalanan berangkat. Memang itu ya problematika kalo mau bicara,
bisa jadi materi yang akan disampaikan menguasai, tapi menjawab
kemungkinan-kemungkinan pertanyaan yang muncul, kadang jadi persoalan.
Persis yang dituturkan di TOR, jumlah peserta 25 orang. 19
putri, 6 putra.
Dan benar, selesai menyampaikan, dibuka sesi tanya jawab. Satu
orang langsung angkat tangan dan bertanya tentang menyikapi proses rapat, hasil
rapat, menjalani hasil rapat, dan ketidaksepakatan yang dihadapi ketika proses
eksekusi terjadi. (wah, pas banget nih sama hari ini yang para dewan konon mau
rapat paripurna). Saya jawab dengan analogi-analogi, dan pengalaman sepanjang
saya menjalani kerja sama dengan beberapa orang. Pertanyaan ini, tergolong
masih “aman”.
Ada lagi? Begitu tutur MC, beberapa orang angkat tangan
sekaligus. Pertanyaan kedua, masih bisa saya jawab, tentang bagaimana kalo kita
punya ide-ide besar, tapi realitasnya belum bisa dijalankan di usia lembaga
yang baru berumur satu tahun ini. Masih dengan analogi, saya sampaikan
pentingnya prioritas kerja lembaga dan menilik kekuatan internal, juga saya
tambah pentingnya mendidik minimal satu-dua orang adik kelas untuk mampu
mewarisi ide-ide besar mereka.
Nah yang ketiga. Tiga (b) lebih tepatnya.
“Mbak, saya punya dua pertanyaan. Yang pertama, mengikis
individualis dan egois. Seperti yang mbak bilang tadi, kedepankan kita daripada
aku, kami, kamu, atau kalian. Yang kedua, tadi mbak bilang harus ada substansi.
Nah, gimana cara kita menyampaikan substansi yang tidak hanya baik, tapi juga
benar. Tidak hanya benar tapi sekaligus baik. Baik dan benar adalah sebuah
kesatuan. Nah yang itu bagaimana.”
“Kena lo Tim!” Batin saya dalam hati
Tarik nafas panjang dan lebih memperhatikan pertanyaan yang
keempat, satu-satunya pertanyaan yang dilontarkan mewakili para putri. Tentang
bagaimana menyikapi anak buah yang lebih agresif dibanding pimpinannya.
Pertanyaan keempat, terjawab dengan jawaban klasik, berkisar
cermatlah memilih pemimpin, budayakan saling mengingatkan, jangan jadikan pemimpin
kultus individu tapi representasi kolektif, dan kalo memang sudah sangat susah,
sampaikan dan percayakan pada orang yang lebih wibawa untuk menegurnya.
Tetapi bagaimanapun juga pertanyaan ketiga harus dijawab.
Pertanyaan 3.a, akhirnya saya malah mendongeng tentang persaudaraan dan
pengalaman bagaimana akhirnya bisa mengerti teman se-tim, berusaha mengerti,
dan cerita-cerita sahabat Rosul jaman dulu kala. Pertanyaan 3.b saya nyerah
(hahahaha).
Saya sampaikan, “untuk soal baik yang benar dan benar yang baik, terus terang saya tidak tahu dan tidak paham. Ini pertanyaan retorika yang bagi saya masih membingungkan. Mungkin soal rasa, mungkin soal makna kata. Tetapi, teman-teman, saya personal menimbang substansi dalam melakukan aktivitas dalam organisasi adalah tentang manfaat. Bagaimana ide kita, kegiatan kita, acara kita, adalah sesuatu yang bisa menghasilkan manfaat bagi sesama. Sesama teman di tim kita, atau teman lain yang menjadi sasaran acara kita. Sesederhana itu saya memaknai substansi yang katanya baik sekaligus benar. Baik dalam tujuan, maupun proses kita menjalani kegiatannya.” Jelas, raut muka sang Hari Murti, sang penanya, menunjukkan wajah tak puas. Saya hanya menyarankan, silakan baca buku lebih banyak.
Saya sampaikan, “untuk soal baik yang benar dan benar yang baik, terus terang saya tidak tahu dan tidak paham. Ini pertanyaan retorika yang bagi saya masih membingungkan. Mungkin soal rasa, mungkin soal makna kata. Tetapi, teman-teman, saya personal menimbang substansi dalam melakukan aktivitas dalam organisasi adalah tentang manfaat. Bagaimana ide kita, kegiatan kita, acara kita, adalah sesuatu yang bisa menghasilkan manfaat bagi sesama. Sesama teman di tim kita, atau teman lain yang menjadi sasaran acara kita. Sesederhana itu saya memaknai substansi yang katanya baik sekaligus benar. Baik dalam tujuan, maupun proses kita menjalani kegiatannya.” Jelas, raut muka sang Hari Murti, sang penanya, menunjukkan wajah tak puas. Saya hanya menyarankan, silakan baca buku lebih banyak.
Begitulah.
Sampai sekarang, soal
baik yang benar dan benar yang baik, saya masih menakarnya dengann manfaat.
Tetapi banyak pelajaran yang bisa saya peroleh. Mereka yang
baru setahun dan konon hampir mati (lagi), keinginannya untuk meng-Univ dan
mandiri, binar matanya masih saya rekam hingga kini.
17 Juni 2013
14.05
Comments
Post a Comment