#untitled

Bahkan aku pun tak layak menyampaikannya tim! Kata Sifa, Siti Fatimah kedokteran gigi. Yang sejak minggu-minggu ini kami menjadi begitu klop dan banyak ngobrol, mengulang waktu dulu kala saat masih jadi BP LDF.

Lhah! Kenapa! Ngomong mah ngomong aja! Kalo ente ngerasa tau dan ngk ngomong mana bisa persoalan selesai! Aku, dengan pola bicara yang masih memaksa, seperti biasa.

“Ini semua soal yaumiyah kita, minimal dari apa yang aku rekap selama ini.”

Hm. Mungkin. Tapi...
(sebuah prolog percakapan)

“Tim! Kita ngomong banyak gini, nyadar ngk sih kita di mata adik-adik kita bagaimana?! Misal saat kita ngritik mbak ini begini, mas itu begitu, kita pernah ngk mikir bagaimana seorang adik menilai kita? Berharap keteladanan mungkin? Tapi mereka mendapati yang berkebalikandari kita ternyata?” Tanya Sifa.

“Kemarin adik-adiknya ini menyampaikan keluhan, kenapa mbak kalo kerja semua dikerjakan sendiri. Padahal aku anak buahnya, yang seharusnya diberitahu. Atau.. kadang ngk suka kita dengan perseteruan mbak dan mas ini, tapi aku kadang ngrasa aku sering juga berlaku begitu kalo lagi ngobrol sama partner kerja di hadapan adik-adik, menampakkan perbedaan kami. Bukankah itu sama saja ya?”tambah Sifa

Ah, iya.
Sifa hari itu mengajakku mengevaluasi diri.

Ternyata banyak pekerjaan terbengkalai ketika hanya berkutat pada buruknya kondisi. Bukankah kita bisa memulai perbaikan dengan evaluasi diri? Bahwa ternyata sumber masalah itu ada pada personal kita (saya) yang bisa jadi belum bisa menempatkan diri? Atau mungkin permasalahannya pada sibuknya saya beradu baik dan beradu pendapat paling hebat dengan teman yang sesama? Atau apa lagi? Kenapa aku tidak mengambil porsi tambahan waktu untuk banyak bermain-main dengan adik-adik itu? Melebarkan sayap dan berdiskusi mendengar apa yang ada di benak mereka mendapati kondisi-kondisi kekinian yang melahirkan ide-ide segar?

Ah iya.
Aku hari ini, adalah sebagian dari waktu-waktu mbak-mbak terdahulu yang banyak dihabiskan untuk menemuiku di saat-saat masih kekanakan dengan mau menang sendiri. Ah iya, kenapa aku tidak berkaca pada mereka?

“Tim, kita sadar ngk sih, kita di mata adik-adik kita bagaimana?” kalimat tanya yang disampaikan sifa masih berdengung-dengung di kepala sampai sekarang.

Saat dulu melihat tindakan kakak kelas yang (terlihat) bercanda dengan lawan jenis di depan adik-adik dengan kelewat batas, hati terasa muntab, sadar ngk mungkin kita (saya) saat ini sekali waktu pun berlaku begitu. Dan barangkali, ada pula adik yang muntab melihat tanpa saya sadar.

Saat dulu mendapat perintah ini itu, serta merta protes dan mbak tolong manusiakanlah saya sebagai manusia, sadar ngk kalo sekarang memberikan peritah tanpa mau mendengar kesah dari adik-adik. Sibuk dengan teman-teman seangkatan dan merasa sudah lepas beban ketika sms sudah ter-forward-kan.

Saat dulu, mencari tumpangan untuk menuju arah tempat dimana diperintahkan dan tergesa mengejar jam-jam pertemuan, ya, rasanya tidak menyenangkan.

Aku hari ini, adalah bagaimana kakak-kakak begitu sabar mengarahkan dan mendengar kesah saat dulu.

Harusnya. Hari ini, peran itulah yang kini harus kuganti.

Sms, “dek, hari ini bisa ketemu? Mbak mau ketemu,”

Membungkus sekotak susu, dan dikirim padanya dalam diam-diam.

Mengirim buku, membatasi pada bagian yang harus dia baca dan memantaunya sampai selesai meresume.

Menunjukkan marah di saat yang tepat atas penugasan pada adik-adik yang berantakan.

Menjadwal ulang pertemuan-pertemuan sampai clear semua yang berbenturan dengan kegiatan-kegiatan lapangan.

Mengapresiasi kerja-kerja.

Dan mengkritik pedas untuk perbaikan-perbaikan dengan kata-kata yang menyakitkan tapi mampu membangkitkan kritik cerdas mereka.

ya. itu peran yang harus digantikan.

Bukan sebatas sibuk mengkritik (Tim!), dan berharap harusnya seperti ini seperti itu. Karna sekarang kamu lakonnya, kamu yang harus ambil bagian menyelesaikannya.

Adik-adik itu, adalah binar cahaya semangatmu, yang sedikit kau pernah buat ia redup, dan kamu harus bertanggungjawab membuatnya mencercah kembali! Dalam kurun waktu yang tinggal hitungan jari.

Mereka,,, kakak-kakak itu, sudah banyak punya tabungan pahala..

Mereka,, adik-adik itu, banyak banyak semangat dan sedikit tabungan dosa,,

Maka engkau (Tim!) harus pandai menyisip hikmah dari kedua generasi itu..

Ah iya, semakin bekerjalah kamu, sekalipun dalam diam-diam

22:19
17112013


Comments

Popular posts from this blog

Bunga Bunga Kamboja : Semua akan Berakhir pada Akhirnya

Memilih, Mengharuskan, dan Memilih Keharusan

HARI INI TUJUH TAHUN YANG LALU