Menjadi Pendongeng
Mereka adalah matahari-matahari. Yang tetap menyiratkan
serpih cahaya di sebuah sore yang gerimis.
Menjadi pendongeng.
Ini pekerjaan yang mudah-mudah susah. Aku mencoba untuk yang
kesekian kali.
Di balik batok otak mereka, aku temukan bejibun tanya,
banyak respon, dan banyak kata-kata baru yang keluar serta merta atas tanggapan
dari apa yang aku ceritakan.
Aku bukan anak psikologi, yang tahu psikologi perkembangan,
juga tak tahu tentang psikologi anak, yang bisa menganalisis dan memperlakukan
anak-anak itu pas sesuai fase umurnya hari ini.
Tapi aku tahu, dalam mendongeng ada satu yang aku tak bisa
tutupi dari hak asasi matahari-matahari itu, independensi. Bukan. Bukan
independensi yang biasa aku dengar di kampus-kampus, atau dari diskusi-diskusi
orang-orang yang nyinyir berdasi. Aku mengartikan independensi di
matahari-matahari kecilku dengan gejolak emosi yang manamparku sehingga tau
arti kebebasan kecil yang mencerdaskan di antara mereka.
Aku mendongeng, tentang burung perkutut pada masa Nabi
Sulaiman. Tentang implikasi infaq dan sedekah, agar matahari-matahari kecil
yang masi hobi jajan banyak mulai tahu ada orang susah yang juga perlu diberi
haknya, agar matahari kecil itu mengerti, bahwa kelebihan hartanya ada yang
perlu dibagi ke si papa.
Tanggapan mereka bersembilan beragam rupa. Ada yang iya, aku
akan berinfaq segini segini. Ada yang, wah, mencuri ngk papa kalo untuk
disedekahkan, dan macam-macam lagi.
Hm. Begitulah matahari-matahari itu berkisah balik dan
menanggapi dongeng yang aku sampaikan.
Pikiranku melayang ke sana di belakang maskam yang aku
sebentar-sebentar saja menengok kabar beritanya.
Akankah dibalik peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung
di B19 itu menjadi dongeng yang apik yang bisa dikisahkan sejarah?
Bisakah akhirnya peristiwa-peristiwa itu dimaknai arif untuk
pembelajaran-pembelajaran?
Bisakah peristiwa di penghujung tahun ini akhirnya menjadi
refleksi apa yang telah dikerjakan setahun ini? Menjadi epilog yang menjelaskan
perjalanan setahun terakhir dan titik tolak baru bagi setahun kedepan?
Aku terpaku sejenak di tengah reriuh adik-adik matahari
sholih-sholihah.
Sore itu, gerimis turun. Lagi.
Comments
Post a Comment