Indahnya mekar seroja di tengah rerimbunan gulma


Seroja atau lebih dikenal dengan sebutan teratai adalah tanaman yang istimewa (bagi saya). Dua tahun jadi ketua regu di pramuka jaman SD (halah) namanya regu Teratai. Bapak saya sedari kecil juga sangat hobi bercerita tentang bunga ini. Nama lain yang juga beliau sampaikan selain seroja adalah padma dan lotus. Ketika di SMP bertemu puisi yang bercerita tentang kepahlawanan Ki Hajar Dewantara, tak heran akhirnya kenapa puisi itu memetaforakan Sang Bapak Pendidikan dengan teratai.
Berikut saya kutip langsung pengertian teratai versi wikipedia B)
Teratai (Nymphaea) adalah nama genus untuk tanaman air dari suku Nymphaeaceae. Dalam bahasa Inggris dikenal sebagai water-lily atauwaterlily. Di Indonesia, teratai juga digunakan untuk menyebut tanaman dari genus Nelumbo (lotus). Pada zaman dulu, orang memang sering mencampuradukkan antara tanaman genus Nelumbo seperti seroja dengan genus Nymphaea (teratai). Pada Nelumbo, bunga terdapat di atas permukaan air (tidak mengapung), kelopak bersemu merah (teratai berwarna putih hingga kuning), daun berbentuk lingkaran penuh danrimpangnya biasa dikonsumsi. Tanaman tumbuh di permukaan air yang tenang. Bunga dan daun terdapat di permukaan air, keluar dari tangkai yang berasal dari rizoma yang berada di dalam lumpur pada dasar kolam, sungai atau rawa. Tangkai terdapat di tengah-tengah daun. Daun berbentuk bundar atau bentuk oval yang lebar yang terpotong pada jari-jari menuju ke tangkai. Permukaan daun tidak mengandung lapisan lilin sehingga air yang jatuh ke permukaan daun tidak membentuk butiran air.
Bunga terdapat pada tangkai yang merupakan perpanjangan dari rimpang. Diameter bunga antara 5-10 cm.
Teratai terdiri dari sekitar 50 spesies yang tersebar dari wilayah tropis hingga daerah subtropis seluruh dunia. Teratai yang tumbuh di daerahtropis berasal dari Mesir.
Teratai merupakan tanaman air yang unik. Teratai yang tumbuh di air yang sangat berlumpur (kotor, coklat), warna bunganya lebih cemerlang. Warna bunga bila putih lebih putih, bila merah lebih merah, bila merah muda makin terang warnanya.

***
Saya akan cerita tentang teratai. Tapi nanti. Lebih dulu saya mau nulis tentang pengalaman di Sabtu Ahad minggu lalu, tanggal 28-29 Desember.

Sabtu jam setengah lima, saya bertolak dari Jakal km 15 ke Kulonprogo. Ke tempat penelitian? Woh, progresif amat, main-main ke tempat KKN sih iya. Saya menyusul beberapa orang yang lebih dulu ke sana sedari siang, atas undangan resmi dari bapak kepala Dukuh Sempu yang malam Ahadnya ngadain Koesplus-an peringatan Ulang tahun kelompok lele. Sampai di sana Maghrib, sholat, dilanjut makan dan seterusnya sampai Sholat Isya di rumah tempat kami nginep (di ex. Pondokan anak-anak sub Unit Sempu – tempat Zia dkk).

Saya, Ekan, (temannya) Ekan, dan Nurfit menuju ke lokasi Koesplus-an, dan disambut didudukkan diantara deretan orang-orang yang kemudian saya tahu beliau-beliau anggota Dewan (DRRD DIY dari fraksi partai tertentu dan DPRD kabupaten  dari fraksi partai yang sama). Saya ikuti jalannya acara, sambutan-sambutan yang sambung menyambung dan dari anggota Dewan adalah salah satunya. Ada satu kalimat yang saya rekam dari bapaknya, begini kira-kira,

“ Saya adalah wakil kalian semua bapak2, ibu2, saya adalah pelayan kalian semua, jadi sudah seharusnya saya menyambangi langsung apa kebutuhan bapak-bapak dan ibu-ibu semua. Saya sadar, selama sekian tahun saya jadi anggota dewan, banyak hal yang belum saya lakukan, oleh karena itu untuk membayar apa yang belum saya lakukan, mohon dukungannya bapak ibu semua untu saya maju lagi tahun depan.”

Well. Menurut saya, Bapak itu cerdik dan bisa menggunakan momentum. Itu kampanye? Emang iya. tapi saya harus bilang apa? Ya kenyataan emang Bapaknya bisa memanfaatkan momentum dan mengambil tindakan cepat memanfaatkan momentum yang ada untuk “mempromosikan” dirinya. “Beliau” tidak membawa atribut partai di hadapan khalayak untuk promosi, (sekalipun akhirnya setelah nyari-nyari tahu saya tahu dari partai mana beliau berasal – ternyata partai berlambang Matahari). Beliau hanya menjelaskan alokasi dana yang bisa beliau perbantukan (hanya menyebutkan lho ya, ngk  memberikan) dan mohon dukungan bahwa beliau calon incumbent DPR DIY.  Kreatif dan inovatif kan? Beliau tinggal masuk ke hobi masyarakat yang suka koesplus-an, memberi sambutan (ya meskipun lewat perpanjangan tangan petinggi dusunlah ya saya kira) dan cukup memperkenalkan diri sebagai calon.

Ini, 3 bulan menjelang pemilu. “masih tiga bulan?”

Saya pamit sebelum acara selesai.
Saya bukan anggota partai, tapi saya punya kecenderungan untuk ikut membantu apa yang akan partai lakukan di menjelang 2014 nanti. Saya menyepakati ideologinya, tentu saja.

Ya, masa untuk bergabung itu telah datang. Masa bagi partai yang berjuang atas nama Rahmatan lil ‘alamin untuk mewujudkan Indonesia yang lebih adil dan bermartabat itu telah tiba. Musyarakah bersama kemajemukan Indonesia, dan membuka kanal untuk berjuang bersama-sama dengan local wisdom Indonesia yang ada. Sudah saatnya memang kader-kader partai memahami macapat-an, memahami wayang, mengenal budaya jathilan dan kuda lumping, dan tentu saja membauri-nya bersama nilai islam dan yang kita bawa dengan pendekatan yang menyenangkan. Masyarakat akan merasa diuwongke –diorangkan- ketika kita datang dengan banyak persamaan.

Itu tentang Koesplus-an.

***

Sampai di pondokan tempat saya akan nginep malam itu, saya iseng-iseng lihat deretan buku di lemari. Buku yang ada, antara lain Risalah Pergerakan 1 dan 2, Shiroh Nabawiy, buku Fiqh Sunnah, dan beberapa buku yang familiar saya lihat di rak-rak beberapa anak-anak kampus. Wow kan! Saya kaget karna secara penampilan (pakaian, kaos kaki dll) tidak menunjukkan secara eksplisit bahwa sang Bu Dukuh adalah pembaca buku2 gerakan seperti yang saya sebut di atas . Saya telisik, dan memang istri Pak Dukuh dulunya adalah seorang muslimah penggerak dakwah dan ikut ngaji rutin seminggu sekali (bersama istrinya DPL KKN saya!) –semoga sekarang masih-

Beliau, bu dukuh, menikah dengan pak dukuh yang bukan dari harakah yang sama, saya tahu pak dukuhnya penggerak muhamadiyah (jadi terpatahkan kan kalo guru ngaji (MR) melarang perempuan yang “ngaji” nikah sama yang juga “harus ngaji”?).  Bu dukuh hidup bahagia bersama suaminya. Pak dukuhnya memajukan dusun, Bu dukuhnya memajukan ibu-ibu dan derivasi kegiatannya.

Bukan ini poinnya.

Yang menjadi penting adalah pilihan Bu Dukuh ketika akhirnya memilih nikah dengan pak Dukuh yang saya rasa ada banyak hal yang harus disesuaikan dengan pemikirannya sebagai perempuan “ngaji” dan suaminya “ yang tidak ngaji” ada banyak hal yang harus dikompromikan. Dan perempuan tentu saja melihat laki-laki sebagai sudut pandang qawwan, yang tanpa bermaksud sentimen gender,tetap ada kondisi-kondisi dimana tak ada posisi tawar bagi perempuan untuk mau tidak mau harus mematuhi titah suami. (bahasa saya belibet ya, emang belum sampai akalnya ke arah sana sih ya hahaha). Sampai akhirnya saya menyimpulkan bahwa nikah –bukan semata-mata soal cinta-cintaan (duh!) tapi juga soal kompromi dalam berislam dan bergerak (ziiing!).

Masih mau menyalahkan Mr soal pilihan2 dalam nikah? #duhpliss. Orang ngaji adalah orang merdeka kali!

Itu tentang Bu Dukuh Sempu dan buku-bukunya.

***
Tentang seroja di tengah gulma? InsyaAlloh di postingan berikutnya -adik2 TPA nungguin tuh-


salam damai dari saya yang butuh banyak-banyak belajar

15:32


Comments

Popular posts from this blog

Bunga Bunga Kamboja : Semua akan Berakhir pada Akhirnya

Memilih, Mengharuskan, dan Memilih Keharusan

HARI INI TUJUH TAHUN YANG LALU