Potongan Potongan


....Dijadikan aku anak lelaki cacat yang berprestasi di bidang olahraga. Aku termasuk atlet badminton di kabupaten ini, bersama para pebulutangkis berlengan dua. Dijadikan aku penulis seperti saat ini. Dijadikan aku lelaki yang gemar berpetualang. Bapak memang mempersiapkan aku menjadi lelaki. Aku selalu diajari, bahwa menjadi laki-laki adalah yang bertanggungjawab pada keluarganya. Menjadi laki-laki adalah yang menjagai perempuannya, bisa ibu, kakak, adik, atau istrinya. Aku selalu diingatkan, sebagai laki-laki, selain Bapak, aku juga yang bertanggung jawab menjaga martabat keluarga. Harga diri sebuah keluarga terletak di pundak laki-laki.

Sejak SD, aku dibiarkan bapak menjelajahi dunia ini. Aku bebas bersepeda menyusuri pelosok-pelosok Banten. Aku diajari bapak bepergian naik bus ke Jakarta, Cianjur, Bandung dan Purwakarta. Saat SMP, bapak melepaskanku sendirian atau bersama kakak naik bus ke Purwakarta. Saat SMA, aku dibiarkan menjelajahi bumi Jawa. Saat mahasiswa, sayapku mulai berkepak ke seluruh sudut nusantara.
Begitu juga 16 tahun yang lalu. Aku menyusuri bumi Asia. Itu kenangan terindah yang pernah aku ceritakan bersama bapak, saat aku menelusuri Bumi India. Bapak dan Aku, menggemari epik Mahabbarata.

...

...Aku ada karena Bapak. Pelajaran terbaik yang diberikan bapak adalah berbuat baik kepada sesama. “Satu hal saja, jangan larang Bapak jika urusannya sudah menolong orang.” Omongan ini tidak asal ceplos. Hal ini dibuktikannya dalam keseharian. Aku ingat, sekitar tahun 1982, Bapak membeli mobil Carry merah bekas. Alasan bapak membeli mobil bekas itu, bukan semata-mata untuk bergaya atau untuk menaikkan status sosial. “Bapak ingin menolong orang yang berangkat kerja. Jika berangkat kerja, mereka kehujanan, terutama guru-guru,” Kata Bapak.

....

....kenanganku terlempar jauh. Saat Bapak menunjukkan Pegunungan Himalaya yang bersalju. Aku kecil selalu bermimpi bisa menaiki pegunungan Himalaya. Saat bapak menunjukkan pegunungan tertinggi di dunia ini, angan-anganku terbang melayang ke sana. Apakah aku bisa mewujudkannya?
Bapak dan Emak memompa semangatku, bahwa tidak ada yang tidak mungkin di bumi ini. “Bekalnya adalah ilmu”, Kata Bapak. “Jika kita berilmu, insyaAlloh derajat kita ditinggikan oleh Alloh.”
Wejangan dari Bapak dan Emak melekat di benakku. Aku hanya bisa belajar, belajar dengan membaca buku sebanyak-banyaknya.

the Journey : from Jakarta to Himalaya
Gola Gong

Maximalis (an imprint of Salamadani) : 2002

Comments

Popular posts from this blog

Bunga Bunga Kamboja : Semua akan Berakhir pada Akhirnya

Memilih, Mengharuskan, dan Memilih Keharusan

HARI INI TUJUH TAHUN YANG LALU