Jatuhnya lagi-lagi soal Aqidah (Mayan kepada Fatim, dan Fatim kepada Nurfit)
Ini pesan berantai. Setelah kurang lebih dua jam diskusi
tentang ukhuwah dan romantika-romantikanya saya habiskan bersama Mayan di Jum’at
malam, dan diminggu pagi Nurfit bertanya tentang satu hal yang saya jawab
dengan kata-kata Mayan.
Hujan mulai turun di Oktober yang cerah dan istimewa. Bau tanah
yang tersiram hujan menguar kemana-mana. Membuat orang girang dan riang
gembira.
Ada yang sedang hambar soal persaudaraan. Ada yang hambar
soal kepentingan. Ada yang bertanya-tanya : “Apakah persaudaraan batu muncul
karna adanya satu kepentingan? Dan setelah selesai maka bubarlah persaudaraan?”
bisa jadi..bisa jadi.. kalau melihat realitas hari ini.
Hujan mulai turun di tengah purnama Oktober. Awal sinarnya
yang kemilau kian lama hanya tinggal serpih-serpih serupa cahaya malu-malu.
Kalian! Persaudaraan itu tak perlu kau tanya-tanya lagi. Dia
itu efek langsung dari iman. Tak perlu kau sesalkan bayangan-bayangan dan
ekspektasi yang kemarin dan terpatahkan sudah di hari ini! Tak perlu. Persaudaraan
dan Keluarga itu tampil apa adanya, tanpa perlu kau bertopeng jadi orang lain
agar tampak seragam.
Kita di akhirat nanti akan dihisab sendiri-sendiri kok! Jangan
persulit diri dengan banyak hal yang akhirnya membuatmu bingung dan merasa
runyam dengan diri sendiri.
Lagi-lagi soal aqidah.
Mungkin karna memang frekuensinya yang tak sama, mungkin kau
yang melemah iman, tapi alangkah sering aku yang tak sadar diri.
Hujan mulai turun bersering-sering.
Kadang didahului gerimis, kadang datang tiba-tiba.
Begitulah. Bukan soal hambar, bukan soal yang lain. Ia hanya
soal mengalah dan diam, dan belajar mengerti tanpa harus dimengerti terlebih
dahulu.
*efek sebuah pertanyaan : kenapa aktivitasku hambar? Bisa
jadi, kita (saya) yang lagi pekat menyadari pelajaran dalam laku hari-hari
Selamat siang! J
Ahad : 11:01
Pada teman yang baru bertanya juga selalu mengutarakan
nasehat : jangan kau paksa orang lain menjadi orang yang ada di dalam anganmu. Selamanya
tidak bisa! Ah iya, kita menjadi seragam
dalam taqwa, karna sadar keberagaman kita.
Comments
Post a Comment