Materi ustad pagi ini : Lemahnya Tarbiyah
Saya ngk tau harus menuliskan materi yang tadi pagi
disampaikan sama ustad Deden dari mana. Saya hanya takut, jangan-jangan tulisan
saya lebih pada cara saya melampiaskan ego saya di hari-hari ini yang tidak
pada tempatnya.
Sisi subjektif, memang sangat sulit untuk dilepaskan. Sisi sok
idealis juga kadang-kadang masih lekat membersamai cara saya mengetik
kata-kata. Ah iya, menjadi orang adil memang tidak mudah.
Tarbiyah, ah lagi-lagi ia bukan hanya rutinitas duduk
pekanan yang tak berbuah apa-apa. Tarbiyah, secara definitif artinya : Insya’u
syai’in min haalin ila haalin ila haddi tamam (Berkembangnya sesuatu dari satu
kondisi ke kondisi berikutnya untuk mencapai titik sempurna).
Bagi orang yang mengaku aktivis dakwah, tarbiyah adalah
Munthalaq alias titik tolak bagi semua pergerakan dakwahnya. Aktivitas yang
sepertinya besar, tinggi dan megah dengan mudah akan terhancurkan jika munthalaqnya
ini ngk beres! Terserah orang-orang akan mengajukan alibi apapun, atas nama
sekarang sudah mikirin negara, atas nama sedang mikirin rekayasa politik atau
apapun, tapi kalo soal personal yang terukur lewat tarbiyah tidak beres, maka
semuanya adalah tanda tanya!
Ini bukan urusan orang lain, tapi hati dan dialog dengan
Alloh yang lebih pas menilai. Mungkin di mata manusia tampak interaksi terlewat
batas, atau dialog yang tampaknya berlebih-lebih, tapi hati dan Alloh yang
lebih tahu pas atau tidaknya personal itu merasai. Ada juga yang menunduk
pandang dalam-dalam, tapi sekalinya lawan jenis menyapa, berlanjut ke tahap
yang tidak-tidak dalam kondisi diam-diam.
Ah, saya tak sekali dua kali harus bertatap muka dan
menghadapi kenyataan pahit seperti ini.
Apakah ini salah?
Mengutip kata Mayan tadi malam, penempatan diri dan
kesadaran, hendaknya meletakkan pemahaman bagi kita, bahwa selain Syar’i, kita
harus manhaji! Cetarr!!
Lemahnya tarbiyah,, maka kenapa saya begitu senewen ketika
teman satu lingkaran atau adik-adik tidak hadir dalam forum pekanan tanpa ada
kejelasan alasan.
Mungkin memang “hanya” lingkaran, yang kadang apa yang kita
cari tak kita dapati. Mungkin memang “hanya” lingkaran yang bagi sebagian orang
menjenuhkan. Atau apalah lagi yang ingin kita katakan..
Tapi bukannya lenyapnya satu dua orang berawal dari menganggap
remehnya proses ini? sekali tidak datang,, dua kali,, tiga kali,,, sampai
berkali-kali, hingga amanah tak terselesaikan, dan roda menggilasnya tanpa
ampun, dan kereta dakwah melambaikan selamat tinggal. Ah, ini bagai mimpi
buruk. Bukankah kali tanpa kereta ini, kita tak pernah jadi apa-apa? Na’udzubillah.
Seperti kata Ammah Siwi tempo hari : Fatim, keinginan untuk
tak datang, mundur perlahan dan akhirnya meninggalkan itu selalu ada. Karna lingkaran
dan jamaah ini isinya kebaikan, dan syetan tak suka akan itu!
Ah iya, kita memang sudah dewasa.
“Fatim, kamu tak perlu merasa bersalah,” ini kata Mayan
Ambil saja ibrah dari semua. Bahwa syetan itu cerdas. Dia selalu
bisa mengambil celah dari banyak kondisi dan banyak cara.
Lewat interaksi dengan diam-diam main hati (Cetarr!!!)
Lewat pemakluman-pemakluman yang sebenarnya hati kecil kita
pun menolaknya (Cetarrrr!!!)
Dan bahwa pejuang agama ini semakin abu-abu. Kadang bathil
dan haq kita campur atas nama siasat. Bukankah semua siasat itu batil kecuali
yang berdasar islam?
Ah iya. kemenangan ini hadiah, ketika kita dirasa layak.
10:15
*ini tidak berlebihan, tapi mungkin Alloh membelajarkan untuk realistis. Dan seperti kata Ikeuchi Aya : Realitas itu kejam
Comments
Post a Comment