Mencari Fathimah Az Zahra (3)


Mereka belajar banyak tentang pengorbanan dari ibu mereka, Fathimah Az Zahra, dan ayah mereka, Ali bin Abi Thalib. Ada kisah pengorbanan yang akhirnya menjadi sebab turunnya surat Al Insan (76) ayat 8-9.

“Dan mereka memberi makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mendapat Ridha Alloh. Kami tidak mengharapkan balasan dari kamu dan tidak pula ucapan terima kasih.” (Al Insan 8-9)

Ketika itu Hasan dan Husain dalam keadaan sakit. Rosululloh ditemani oleh beberapa sahabat, datang menjenguk mereka. Rosululloh menyarankan kepada Ali untuk mengucapkan janji (nazar) kepada mereka itu. Semua anggota keluarga, termasuk Fathimah, Ali, dan Fazzah, pembantu mereka, mengucapkan janji kepada Alloh untuk menjalankan puasa selama tiga hari bila putra-putra Ali sembuh dari sakit.

Ketika mereka sembuh puasa pun dimulai. Tetapi mereka tidak punya apa-apa untuk berbuka puasa. Ali kemudian meminjam 3 sha’ gandum dari seorang Yahudi di Khaibar bernama Syam’un.

Fathimah memegang lima keping roti dengan sepertiga bagian gandum itu dan meletakkan di atas meja makan saat buka puasa. Pada saat hendak berbuka puasa, seorang pengemis mengetuk pintu dan berkata,”Tolonglah aku, semoga Alloh memberimu makan dengan makanan dari syurga.” Keluarga Ali pun memberikan makanan mereka dan berbuka dengan air.

Hari berikutnya mereka masih berpuasa. Sekali lagi lima keping roti telah disiapkan. Kini, seorang anak yatim mengetuk pintu dan meminta makanan. Keluarga itu sekali lagi memberikan makanan kepada anak yatim itu. Pada hari ketiga datang tawanan menjelang saat berbuka. Mereka melakukan hal yang sama.

Pada hari ketiga itu, Ali membawa anak-anaknya ke Rosul SAW. Melihat keadaan cucu-cucunya, beliau merasa sedih dan berkata, “Betapa susah bagiku melihat kalian dalam keadaan sulit begini.”

Lalu beliau mengajak kembali ke rumah Fathimah. Ketika sampai di sana, Fathimah sedang berdo’a, sementara kondisi tubuhnya sedang dalam keadaan lemah dan matanya begitu sayu. Melihat itu, Rosul SAW menjadi bertambah sedih. Saat itu, malaikat jibril datang kepada beliau dan mengatakan,”Terimalah hadiah dari Alloh ini. Alloh mengirimkan ucapan selamat bagimu karena memiliki keluarga yang begitu mulia.”

Lalu Jibril membacakan surat Al Insaan.

Fathimah, kata Soraya Makmun, mendidik seorang anak perempuan seperti Zainab seorang wanita yang terpelajar, bijaksana dan terhormat, yang kata-katanya dapat menenangkan saudaranya yang tak berdosa pada saat-saat kritis di senja Bulan Assyura.

Hasan dan Husain, kata Abu Hurairah, suatu hari, tengah bergulat. Lalu Rosululloh berkata, “Ayo Hasan!”

Maka Fathimah mengatakan, “Wahai Rosululloh, engkau mengatakan Ayo Hasan padahal dia lebih  besar.”

Rosululloh menjawab,”Aku mengatakan Ayo Hasan, dan malaikat Jibril mengatakan “Ayo Husain.”

Di tengah bermain, Fathimah mengajarkan pada anak-anaknya

Jadilah seperti ayahmu, wahai Hasan
Lepaskan tali kendali yang membelenggu kebenaran
Sembahlah Tuhan yang memiliki anugerah
Janganlah kau bantu orang yang memiliki dendam

Saya tidak tahu, apakah kita bisa meneladani fathimah, sedangkan tingkatan kita masih segini. Jauh sekali.

*totally copas dari tulisan Ustadz Faudzil ‘Adzim : Tuhan, Dimana Fathimatuz Zahra itu kini?

Hmm. 3 potong kisah dari epilog buku “Kado Pernikahan untuk Istriku”, besutan Ustadz Faudzil ‘Adzim. Tulisan tentang Fathimatuz Zahra, Ummu Abuha, ibu bagi ayahnya, Rosululloh SAW. Putri terkasih Rosul, yang dipanggil tak selang lama pasca wafatnya Rosul, yang oleh ustadz Faudzil ‘Adzim diberi judul “Tuhan, Dimana Fathimatuz Zahra itu kini?”

Menjadi wanita memang sungguh tak mudah. Ia adalah kumpulan dari jenak-jenak perenungan. Menjadi istimewa atau menjadi nista.

Fathimatuz Zahra, dari ibu yang seorang bangsawan, dengan kekayaan melimpah ruah, dari ayah seorang nabi, seorang kepala negara, mengajarkan arti hidup dalam realita-realita sulit yang benar adanya. Bukan hal yang meninggi, tapi itu hal yang ditemui sehari-hari. Tapi lihatlah bagaimana mulia beliau ajarkan persil-persil penyikapan yang luar biasa?

Ah. Beliau memang mulia. Beliau mulia mengangkasa.

Maka bolehkah sekadar berangan setapak demi setapak berupaya mengibrahinya? Meskipun berat, meskipun tak mudah.



30102013

14:23

Comments

Popular posts from this blog

Bunga Bunga Kamboja : Semua akan Berakhir pada Akhirnya

Memilih, Mengharuskan, dan Memilih Keharusan

HARI INI TUJUH TAHUN YANG LALU