Tertolak, coba lagi :D


Beberapa hari yang lalu saya interview kerjaan. Ada lowongan yang berseliweran di sms dan juga wasap, dan ternyata lokasi lowongan yang bersangkutan tidak jauh dari tempat tinggal saya, kalau naik motor 10 menit juga nyampe. Jadi guru, iya, jadi guru untuk mata pelajaran perkuliahan yang saya tekuni.   

Well. Apa salahnya dicoba, semua demi hidup yang lebih baik.

Sudah sejak sangat-sangat jauh-jauh hari (hahaha) saya sadar sepenuh sadar, bahwa menjadi guru bukan profesi yang berambisi kekayaan. Cek mana ada orang jadi guru sejahtera dengan gajinya, iya atau iya? bahkan kemarin salah satu dosen mendongeng kalau ada yang sampai sekarang jadi dosen dan rumah masih kontrakan. Maka saya bercita-cita menjadi guru, menjadi pengajar, menjadi pendidik karena bagi saya itulah satu satunya profesi syurga. Iya kan? mana ada aliran jariyah dari profesi yang mengalir sampai kita berkalang tanah kalo bukan jadi guru? Atau apapun lah ya yang setipe dengan guru. Mana ada pekerjaan yang menjadikan kita untuk terus menjadi pembelajar kalo bukan menjadi guru (lagi-lagi dengan segenap sebutan yang lain). Maka bismillah, doa’akan saya suatu saat saya menjadi guru (guru bangsa kalo guyonan sama konco-konco megaforce :)).

Oke, prolognya kepanjangan. Intinya tempo hari saya masukin berkas daftar jadi guru mapel geografi di salah satu SMAIT yang ada di dekat rumah. Dua tahapan yang saya lalui, dan endingnya, tertolak hahahaha. 

Gak jadi soal, saya mau berbagi biar bisa diambil hikmah dan pelajaran, bagi saya pribadi utamanya :D

Bermodal pengalaman jadi guru jadi-jadian, CV dan surat lamaran saya kirim via online, dan karena saya sudah pernah bantu-bantu pas dulu anak kelas 3 SMA ini ngadain training di Asrama pas saya tinggal kala itu, saya cukup kenal dan cukup sering ngobrol dengan salah satu pengajar, saya tanya-tanya dan masukin lamaran. Syaratnya sebenarnya harus sudah lulus S1, tapi setelah saya tanya-tanya lagi, boleh dicoba dengan syarat Juni skripsi sudah selesai (#eak !). oke saya masukin berkas, beberapa hari kemudian ada panggilan buat interview dan tes microteaching, itu lho ujian praktek ngajar kayak kuliahnya anak-anak yang kuliah di jurusan pendidikan. Bismillah, pas hari Jum’at kala itu, saya berangkat dengan berbekal materi dan searching di yutub gimana sih orang microteaching. Yah perlu tau juga, pemberitahuan interview sama microteaching  ini sehari sebelumnya. Yang sudah sering nyambi-nyambi kerja sepanjang kuliah pasti taulah dunia kerja kayak apa.

Ternyata dari 1 kebutuhan guru geografi, yang daftar ada 8 orang, yang belum lulus setau saya dua orang, saya sama satu anak UNY, dia kenal saya tapi saya lupa-lupa ingat siapa dia :D. Ada dari UNS, UNNES, UMM, dan yang lain saya ngk tanya.

Interview standar, dengan kepala sekolah, ditanya macem-macem, saya jawab semaksimal saya bisa. Tes tertulis, ditanya profil guru ideal sampai diminta bikin rancangan pembelajaran kelas atau RPP. Dan sebelum microteaching, mbak-mbak yang ngasih presensi sempat menanyakan mana RPP dll sebagai kelengkapan microteaching, wah, saya ngk ada persiapan sampai situ-situ.

Oke. Satu persatu teman-teman yang lain dipanggil. Praktek ngajar di depan kami-kami semua. Lucu-lucu gayanya,ada juga yang keren, atau ngerjain kita-kita yang lagi pura-pura jadi murid. Nyuruh piket lah, apalah.

Giliran saya nomer 7 alias nomer 2 sebelum terakhir. Berbekal pengalaman ngomong di depan adik-adik dan presentasi-presentasi kalo pas di kelas, saya praktekkan cara saya ngajar, yang menurut saya sih, ngk buruk-buruk amat, tapi ngk tau penilaian orang ya wkwk.

Sudah, tertulis selesai, interview dengan kepsek juga selesai, microteaching juga selesai.

Hidup saya berlanjut.

Dua hari yang lalu, masih di Ramayana perjalanan Jombor-Muntilan,

“mohon maaf mbk fatim blm bisa gabung di SMAIT kami, kalo ada kesempatan lagi saya kasi tau"

"Yang perlu dievaluasi pada cakupan materi. Kalo dari cara ngajar sudah mending, dan dari yang daftar kemarin kami harus memilih satu saja dari sekian yang daftar geografi.”

Fainhh. Tertolak.

Nah, cakupan materi ternyata penting. Dan ini persoalan yang mengharuskan saya untuk berpikir detail. iya, detail, membaca materi untuk diajarkan kan ngk boleh main-main, dan ini kelemahan saya. Detail adalah kelemahan yang harus dilatih dengan lagi-lagi banyak membaca, banyak bertanya, dan banyak berlatih.  Satu lagi, RPP alias rancangan teman-teman, ini juga penting. Sangat administratif tapi menjadikan kerjaan kita terukur. Apa target yang mau dicapai, gimana caranya, waktunya, sampai evaluasi setelah ngajarnya. Walaupun ngk belajar di perkuliahan, saya rasa ini penting untuk kita pelajari dengan seksama. 

Tertolak? Bungkus snack aja sering ngajari kita : coba lagi!

:D


Muntilan, bersama playlist-nya Chrisye dari rumah tetangga
14 Mei 2014
8:29





Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Bunga Bunga Kamboja : Semua akan Berakhir pada Akhirnya

Memilih, Mengharuskan, dan Memilih Keharusan

HARI INI TUJUH TAHUN YANG LALU