Posts

Showing posts from April, 2013

Pada sebuah fase-2: Sepersil Bahagia

Image
Mana ada segede ini  kita ketawa lebar kayak anak kecil di samping pas kita naik kereta yang notabene banyak orang banyak penumpang banyak keperluan?? Tapi ni bocah, pede aja tuh duduk dipangkuan orang ngk dikenal, ketawa terbahak, sampai gigi-gigi tonggosnya nampak semua. Anak kecil, memang lebih merdeka dan leluasa mengekspresikan keadaan hatinya. Tanpa tedeng aling-aling, tanpa takut apa kata orang, tanpa tendensi ada apa untuk apa. Inilah sepersil bahagia. Dulu kala, kalo kita baca Sirah manusia Tersempurna, jelang wafatnya istri pertama Khadijah al Kubra Radhiyallohu ‘anha, beban di pundak yang dirasai kian berat, aral melintang menelikung dari segala sisi, fitnah, cecaran, makian, dan tuduhan-tuduhan gila hinggap mendarat dari  mana pun sudut ia datang. Maka sang pengganti, yang Alloh hadirkan langsung dari wahyu sang Jibril, mengantarkan pada sang kekasih hati, ‘Aisyah yang pipinya kemerah-merahan, al Humaira, binti Abu Bakar.  Wataknya yang ceria, kekanakan,

Pada Sebuah Fase-1

Image
foto by @mirayos Pada sebuah fase, kita dihadapkan pada segala yang nampak jelas. Pada sebuah fase yang lain, kita dihadapkan pada segala yang nampak abu-abu. Pada sebuah fase, selalu, kita dituntut untuk secara tegas mengerti, apa hakikat kita dalam sebuah waktu. Memahami arti dari titik-titik hidup, pada sepanjang perjalanan hidup yang dilewati. *** Hari ini adalah perjalanan pulang dari ujung paling timur Pulau Jawa, kecamatan kecil bernama Licin, kabupaten Banyuwangi. Setelah sejak Rabu pekan lalu, pukul 10 malam kurang lebih, sampai di kecamatan ini. Ini kuliah lapangan yang benar-benar berasa di rumah sendiri. Segala bentanglahan bahkan, hanya seumpama kita keliling Kulonprogo di Jogja sana. Disini, dikota ini, sebagaimana obrolan yang saya lontarkan ke teman di depan tempat duduk di kereta barusan, tak sesempit skripsi, revisi, atau laporan. Banyak, jauh lebih banyak, pelajaran-pelajaran yang bisa kita resapi kita ambil dari nuansa perjalanan, persil-pers

Mengawal Senyum Sejuta Kupu-Kupu

Image
Secara tanpa kebetulan, saya mengagumi sosok Abdurrahman Faiz, putra maestro fiksi-fiksi bertabur nilai islami di awal awal nuansa islam di Indonesia semilir berdiri, Helvy Tiana Rosa. Ya. Memang buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Meskipun sepagi tadi Ummi Asri Widiarti mewanti-wanti kami, anak asrama di kuliah pagi, cukuplah kalian mengagumi sosok yang sudah yakin ke-syahid-annya, atau kebaikannya, atau ke-husnul khotimah-annya, tapi pada karya-karya sang Faiz barangkali banyak nuansa tempat berkaca, tentang hidup, tentang hati, tentang idealisme yang kian susah dicari. Termasuk, saya menemukan satu frase “senyum sejuta kupu-kupu” di beberapa prosa dan sajak puisi yang beliau tulis. Kadang, dalam hidup kita terlalu menyeret jauh pada soal yang sebetulnya tak perlu begitu jauh kita pikirkan. Sampai pikiran kusut dan wajah carut marut. Dalam three cup of coffe , sitiran ungkapan Omar Kayam terlontar dengan nuansa jernih, kenapa kita jauh kau bawa ke pikiran-pikiran masa dep

Memilih, Mengharuskan, dan Memilih Keharusan

Image
Sore ini, berbarengan dengan ungkapan yang keluar dari lisan teman sekelas saya, saya ingat sebuah kuliah malam di asrama. Kala itu kuliah tafsir hadits, bersama UAD (Ustadz Ahmad Dahlan, kandidat doktor hadits dari sebuah perguruan tinggi di Malaysia), tengah membahas hadits ke-11. Dari Abu Muhammad Al-Hasan bin Ali ra. Cucu kesayangan Rosululloh SAW. berkata, aku telah hafal sabda Rosululloh SAW,“Tinggalkanlah perkara yang meragukanmu, dan kerjakan pekerjaan yang tidak meragukanmu” (HR. Tirmidzi dan Nasa’i, Tirmidzi berkata, “Ini adalah hadits hasan shahih”) Dalam penjelasan dan pembahasan yang beliau sampaikan, beliau jelaskan panjang lebar, bahwa pada prinsipnya, lakukan semua yang menjadi keyakinan kita, tinggalkan semua yang meragukan. Dalam sholat kita ragu, sudah masuk raka’at keberapa, maka segera putuskan kata hati yakin berapa raka’at, dalam shalat ragu-ragu barusan buang angin atau tidak, putuskan keyakinannya, jika tidak  terdengar suara, jika tak tercium

Belajar dari Kritikan et al

Image
Tidak ada hal yang betul betul salah. Bahkan jam rusak pun benar dua kali dalam sehari   (Paulo Coelho) Persis hari Rabu pekan lalu, ujian kompre berhasil terlewat sudah. Berbuah kritik, saran, masukan, dan tentu saja, tugas baru buat merevisi banyak hal, dari sebatas redaksi penulisan, sampai metode yang harus dipikir ulang. Ada satu yang menarik yang ingin saya ceritakan. Semua berawal dari et al,. Saya menulis bahan buat ujian atau yang lazim disebut proposal, tanpa memperhatikan buku panduan penulisan, sistematika dan cara penulisan dibuat sesuai intuisi dan ketajaman mata hati (ini bukan kreatif atau anti mainstream, tapi semi bunuh diri lebih tepatnya :l) maka bisa dibayangkan, penulisan penulisan hal sederhana yang bisa jadi hal yang remeh, justru menjadi hal yang membosankan karena hampir tiap lembar dikritisi. Termasuk satu diantaranya, adalah kata et al,. “Coba saudara perhatikan lagi cara saudara menulisakan et al,. atau dkk!” “dan coba s