Posts

Showing posts from July, 2013

Masih tak Mengerti Bagaimana Berkisah tentang Sebuah Mesir

Di pondokan, dalam malam yang beranjak larut. Menghadap leptop, dan sebagian masyuk dengan hape. “ah Mbak, bisakah kau jelaskan pada kami apa yang terjadi dengan Mesir?” Sebuah kata tanya dari seorang Sese. Zulfa menyusul, “Iya Mbak, semua sosmed bicara tentang Mesir. Ngk ngerti deh.” Itu 4 hari yang lalu. Ah Mesir. Bahkan aku tak sekedar menyempatkan waktu untuk menengok perkembangan dari tiap hari ke harinya. Mesir-pemerintahan diktator Hosni Mubarok-kemudian tumbang-proses pemilihan (yang dalam banyak berita selalu berkisah betapa demokratisnya ia dijalankan)-Mursi terpilih, dengan segenap gempita rakyat, dengan segenap pendukung, lintas gerakan, lintas kondisi-setahun berjalan-dan kudeta yang mengejutkan. Sampai hari ini. Akan militer yang dipimpin Sisi, merebut paksa kekuasaan yang didukung banyak rakyat-bersitatap dengan rentetan senjata-dan berlanjut-sampai hari ini seperti apa. Ah Mesir. Aku mengenalnya bermula dari hal yang sederhana. Disaat

Bersama Mereka Mari Belajar Mengerti : Tak Instan

Kamu harus selalu ingat, di dunia ini tidak pernah ada sesuatu yang baik yang itu tercipta dengan instan.  Percayalah. Jangankan hanya makanan atau mie instan, perubahan-perubahan nasib seseorang, perubahan besar yang berhasil diciptakan di tengah masyarakat, perubahan pola pikir dan tingkah laku yang dipunya satu dua orang, tercipta atas proses yang berproses. Tercipta atas proses yang terdiri atas dakian-dakian yang menaik, yang sudah barang tentu, menyisa dan menghadapkan di muka kita, tantangan-tantangan tak sederhana. Itulah kesimpulan dari banyak kejadian di hari ini. Lagi-lagi soal masyarakat. Masyarakat yang sudah mapan pula. Masalahnya adalah ketidak tampakan dan ketidak mudahan menemukenali masalah. Hei. Ini hanya soal ketergesaan dan kemauan untuk ber-instan itu tadi. Jadi inti utamanya adalah : keinginanmu untuk segera tahu dan menyelesaikannya secara instan. Padahal sudah kubilang berkali-kali, bahwa instan tak menyisakan apa-apa kecuali

Malam ini Sedikit Beda

Sudah jam 10 malam, dan Hafid sang kormanit datang ke pondokan. Mengembalikan motor Sese, dan sedikit berbagi helaan nafas. KKN ini memang istimewa. Sesore sampai habis maghrib, ada sidak LPPM. Bukan sembarangan. Bapaknya LPPM yang sidak, bapak kabid KKN LPPM, adalah Pak Irkham, bapaknya Zia yang jadi kormasit di Sempu, salah satu sub unit yang diujung sana, bertolak ujung dengan Senik sub unit saya. Jadilah diskusi dan banyak suara bersahutan, di malam yang semestinya sudah beranjak sepi. Dia si Hafid bercerita atas kritik saran Pak Irkham secara emosional, disusul Rieska yang juga mendengar langsung bagaimana Pak Irkham bercerita. Anak se sub unit mendengar seksama, diselingi timpaan tanya dan komentar diantaranya. Pemberdayaan,... ya LPPM minta menuhi jam. Bagaimana beban K1? K2? ...harusnya ya sudah, masuk ke masyarakat ya masuk saja.. kalo tanpa ada beban semuanya bisa lebih leluasa.. Rujukan kita tak harus ke tokoh.. masuki lapis lapis masyarakat akar rumpu

Melon yang Gagal dipanen

Kalo di lagu Mahadewi-nya Padi ada lirik “hamparan langit maha sempurna, bertahta bintang-bintang angkasa” maka di sekeliling Senik dusun tempat tinggal kurang lebih di dua bulan ini, yang terhampar adalah sawah hijau yang bertahta melon. Banyak. Luas. Sejak hari kedua kami tiba, mainlah kami ke sawah. Tapi sebelum sesampainya kami ke sana, lewatlah kami ke beberapa rumah pak RT. Ber-sosialisasi dan ber-observasi begitu kira-kira kalo mengikut bahasa LPPM. Di tempat pertama rumah pak RT yang dikunjungi, kesasar kami ke RT dusun sebelah. Tapi tetap saja, semua berjalan dengan lancar dan tanpa aral berarti. Bapak RT cerita cukup banyak, tentang keluarganya, juga lain-lainnya. Dengan tak lupa menyitir satu kalimat, “pak dukuh kami gagal panen melon di musim ini,jadinya pikiran beliau cukup terganggu.” Prihati kami mendengar cerita. Tapi tak berlangsung lama karna jiwa anak muda yang masih melekat di benak kami mengalahkan cerita menyedihkan tadi dengan tertawa setelah sadar

Warna KKN

 “apa sih istimewanya Pak Barjo?” begitu kurang lebih pertanyaan Gurit sekian jam sebelum keberangkatan. sebuah pertanyaan yang tak butuh jawaban. Tapi walhasil, Kamis malam persis jam 8 anak se-sub unit siap berangkat. Walau ternyata terpaksa mundur karna kultum tarawih belum selesai, dan kemudian balik kanan kembali  menanti di halaman rumah pak As sampai sekitaran 20 menit sambil makan Kitkat yang dibagi-bagi sama Agil. Rombongan ibu-ibu (dan bapak-bapak) tampak mulai pulang dari masjid, dan berangkatlah anak serumah k etempat tujuan, Rumah Pak Barjo. Seorang bapak yang baik, suka ngemong rismas Husen (ini nama remaja masjid dusun Senik), yang juga sekretaris takmir al Husna sekaligus sekretaris kelompok perikanan dan peternakan "Sami Laras".  Bu Barjo yang ramah dan murah senyum memasukkan kami segera ke rumahnya yang kamar tamunya luas memanjang. Selang sekian menit Pak Barjo datang, berucap salam, dan meminta semua anaknya (dan putri-putri semua ternya

sebuah Prolog : KKN

KKN itu hal yang biasa untuk semua anak strata 1 UGM. Ini mata kuliah wajib berbobot 3 SKS yang harus ditempuh sebelum bergelar sarjana, kecuali untuk satu dua jurusan yang mengharuskan selesai sarjana dulu baru di tingkat profesi KKN dilaksanakan. KKN juga hal yang biasa karna tak hanya dikhususkan pada mahasiswa yang berprestasi  saja, atau yang pernah ikut Pimnas saja, atau yang mendapat beasiswa tertentu saja. KKN adalah hal yang biasa. Untuk semua mahasiswa. Berlaku sama. Dengan standar penilaian yang sama pula. Tidak ada yang istimewa sekalipun bapak atau emaknya jadi petugas LPPM atau jadi staf rektorat sekalipun. Di sisi lain, karna KKN di satu sisi adalah hal yang biasa, maka pada sisi sebaliknya KKN sangat bersifat pribadi dan istimewa. Setiap yang menjalani pasti akan punya cerita tersendiri tentang KKN-nya. Entah bahagia, entah tersiksa, atau merasa segalanya mengalir apa adanya. Seperti juga sebuah perjalanan, kesemua orang bisa melaksanakan. Tetapi perjalanan sel