Posts

Showing posts from April, 2014

#untitled

Ketika kau datang, terlambat, dengan setengah bagian rokmu kuyup oleh hujan, kaos kaki dan sandal gunung yang tak sempat kau ganti, memasuki masjid, menata hati dan menyiapkan senyum lebar. Di dalam disambut 8 matahari bermata binar. Lari kejar-kejaran. Merubah tumpukan karpet menjadi rumah-rumahan. Lalu tiba-tiba satu orang diantaranya menangis, keras. Ditanya diam, hanya meronta meminta pulang. “nggak mau ngaji! Mau pulang! Takut hujan!” tak ada kalimat jawab, hanya seketika nalurimu membuat tangan bergerak mendekap. Menggendong dan mengantarnya pulang. Meminta yang lain tenang dimasjid merapal hafalan annas sampai al humazah, dan mereka patuh, duduk, dan melingkar. Ada rumitan rasa yang tak bisa kujelaskan. Hujan. Dan sore ini yang menaungkan lembayung biru. Terima kasih, Alloh. Tulisan entah kapan yang saya tulis. Tiba-tiba saya merindukan matahari-matahari sore hari itu :)

Terhadap Tantangan untuk Cita Kita yang Meninggi

Tidak ada di dunia ini petarung ulung lahir dari riak-riak dangkal. Hampir bisa dipastikan mereka yang beroleh hal besar pastilah dimulai dengan jalan panjang. Jalan terjal juga berliku. Begitu pula diri kita.  Mimpi dan cita-cita adalah ruh hidup kita. Dia tidak bisa membuat kita kenyang, tapi itu semua membuat kita bisa bertahan. Cita-cita yang benar akan membuat kita tahan banting. Ada kala memang keadaan sekitaran menyadarkan sejauh apa kita dengan mimpi yang kita citakan, tapi, dengan menata ulang dan berfikir di sela-sela semua peluang, ada saja jalan bagi kita untuk terus mengembalikan mimpi kita pada rel yang seharusnya. Ada saat gelombang kesalahan pribadi kita membuat kita terhempas. Membuat kita mengulang kembali titian awal materi dimana mula-mula kita menjejak mimpi. Tapi itu semua bukanlah sebuah kesalahan yang terus menerus harus disesali, diratapi, apalagi membuat kita merasa tidak berguna hidup di muka bumi. Manusia adalah tempat salah dan lupa. Itu pepatah

Menulis adalah wakaf diri untukNya

Hari Kamis sore hari. Saya janji dengan seorang mbak yang baru saja menerbitkan bukunya di sebuah penerbit kenamaan di Jogja. Beliau, masih satu umuran dengan saya, satu tahun lebih tua kira-kira. Dengan kepadatan janji beliau dengan banyak orang yang lain, beliau sempatkan berbagi dalam waktu yang cukup lama. Pembawaannya riang, dan memang orang yang suka bercerita. Kalimat dalam tiap cerita selalu panjang-panjang tapi herannya, saya tidak bosan mendengarkannya. Pelajaran yang beliau ceritakan adalah tentang pengalaman beliau selama menulis, juga sampai diterbitkan. Tapi Masya Alloh.. pesan yang sampai ke saya lebih dari sekedar itu. Pertama tentang niat. Dalam amal menulis, atau selanjutnya dalam amal apapun, rupanya niat adalah jalan sekaligus langkah utama dalam bertindak. Niat, adalah kasus yang sangat pribadi antara kita dengan Alloh. Disitulah letak sebuah amal bernama menulis menjadi berharga atau tidak. Punya ruh atau tidak. Memberi imbas bagi penulis sendiri maupun

Dua alat takar

Minggu lalu saya sempatkan ke pantai Krakal, mendatangi LK SKI. Malamnya, ada acara sharing tentang lembaga untuk peserta, maka sebagai alumni, saya dan Dini, adik kelas yang saya ajak saat itu, kebagian menjadi pembicara utama (*emote kacamata hitam*). Di tengah-tengah diskusi, Dini menyampaikan salah satu materi ustad. Dalam melakukan apapun, yang perlu kita timbang sebelumnya cukup dua : Alloh ridho atau tidak dengan apa yang akan kita lakukan? Dan yang kedua, Bermanfaat atau tidak perbuatan kita bagi orang lain? Dua alat takar yang mudah-mudah susah. Dini waktu itu mengibaratkan begini, misalnya kita akan tidur siang, yang perlu kita pikirkan adalah, Alloh ridho atau tidak dengan tidur siangku? Bermanfaat bagi orang lain atau tidak kah tidur siangku? Nah dari situ akan ketemu, apakah tidur siang kita adalah istirahat, semata-mata mengisi waktu kosong, atau jangan-jangan bagian dari sifat malas (..... na’u dzubillah). Menurut saya, sebagai orang muslim memang cuku

Berlari dari takdir terbaik satu menuju takdir terbaik yang lain

” Ya, kita lari dari satu takdir (ketentuan) Allah kepada takdir (ketentuanNya) yang lain, bagaimana pendapatmu jika engkau akan berhenti di satu lembah yang memiliki dua alternative jalan, yang satu subur dan yang lainnya kering dan tandus. Jika engkau memilih yang subur maka engkau telah memilihnya dengan ketentuan Allah, tetapi jika engkau memilih jalan yang gersang dan tandus engkau katakan bahwa pilihanmu itu dengan ketentuan Allah?” (al bidayah wa nihayah hal 196 (edisi terjemahan bahasa Indonesia)) . Itu adalah kata-kata sakti yang disampaikan sahabat Umar bik Khattab RA saat datang ke wilayah Syam untuk berperang. Saat melewati suatu tempat, Umar diingatkan oleh seorang prajuritnya tentang wabah penyakit yang sedang menimpa Syam saat itu. Musyawarah pun dilangsungkan, ada yang berkata “Jika telah datang unutk berperang mengapa harus kembali?”. Ada juga yang berkata, “Menurut kami, kita lanjutkan perjalanan yang telah kita mulai.” Walhasil Umar pun menginstruksikan semua