Posts

Showing posts from 2015

Efektif - Efisien

Saya mulai nulis ini di tengah nungguin salah satu anak SMP belajar persamaan dua variabel di rumah. Ini anak memang rajinnya nggak ketulungan. Malam Ahad yang dingin habis hujan dan dia dari rumah nun jauh disana, sesorean tadi habis latihan rutin Tapak Suci *bela dirinya putra Muhammadiyah* dan kok ya malam Ahad tetap rajin datang dengan LKS dan kadang-kadang beberapa pertanyaan dari buku catatan. *Semoga jadi laki-laki sholih yang bisa mimpin umat sekitaran Nak, negeri ini masih butuh lebih banyak para lelaki yang bertekad baja kayak kamu.* Oke, abaikan prolog. Saya sedang ingin menulis tentang bekerja efektif-efisien. Topik ngehits dan nggak habis-habis jadi bahasan di grup teman kerja. Kemarin salah satu teman ngeshare salah satu tread di Kaskus tentang topik ini, dan sebenarnya bahasannya klasik lagi jadul wal kuno ya begitu-begitu saja. Tapi prakteknya memang nggak gampang dan sangat tergantung person per person. Yap. Tentang kerja efektif – efisien. Lebih baik mana ker

Selamat Tahun Baru

Akhirnya, beberes blog yang penuh kenangan dan sejarah ini juga. Yeah, bagaimanapun asal mula saya mengenal dunia maya, mengenal ilusi, berani menyampaikan mimpi-mimpi ke orang lain, menceritakan banyak hal tentang kesemrawutan pikir dan pengetahuan-pengetahuan baru serta pengalihan rasa atas segala yang dialami adalah disini. Dengan sedikit lika-liku dari jalan yang sudah sedang dan akan terus ditempuh adalah lewat blog ini. Jadi,, kembali kesini adalah kembali lagi ke diri sendiri, menjadi kuat dalam kedirian kita dalam riuh dan hiruk pikuknya hidup bersama. Malam ini, malam kesepuluh di tahun baru 1437 H ini, ada satu perenungan yang akhir-akhir ini membuat saya akhirnya sedikit paham : diri kita, adalah kita sendiri. Bukan diri kita yang ketika bersama A adalah A, ketika bersama B adalah B, ketika bersama C adalah C dan seterusnya. Kita adalah A sekalipun bersama A, B, C, D dan sampai Z. Kita adalah A yang luwes dan berikhtiar nyambung saat bersama B,C, D dan seterusnya. Kita

#untitled

Lega. Kembali lagi mengingat sebagaimana yang didapat pada waktu-waktu lalu, lega, iya lega. Lega adalah pengayaan batin atas kerja kita. Bukan apa yang didapat tapi apa yang telah dilakukan, yang berhasil diselesaikan. Bahagialah bila, kau masih punya mimpi. Ya, meskipun sebagaimana tabiat mimpi, dia adalah maya, imajiner lagi fatamorgana. Tapi karunia Allah melebihi dugaan-dugaan hamba, seperti Bunda Hajar yang melihat fatamorgana cekungan air, tapi dikejar hanyalah pasir, tapi tanpa disadari ia hadir justru di dekat kaki sang Ismail. Hidup hanya sekali, berikanlah yang terbaik. Memberi yang terbaik mungkin bukan yang terbanyak, terhebat, terjauh atau termelambung. Terbaik adalah seperti yang dikatakan dalam puisinya Taufik Ismail, jika kau tak mampu menjadi beringin yang tegak di puncak bukit jadilah belukar, Tapi belukar yang baik, yang tumbuh di pinggiran danau. Kalau kau tak sanggup menjadi belukar, jadilah saja rumput, tapi rumput yang memperkuat tanggul di

#Untitled

Kita menjebak diri dalam sebuah lingkaran imajinasi. Lalu kita berdalih nafas kita adalah mimpi-mimpi. Kita lupa bahwa Alloh membenci angan yang panjang. Tapi kita lagi-lagi menghibur diri, mimpilah nadi agar tetap bertahan, agar yang hampir tumbang kembali menjejak untuk melanjutkan perjalanan. Desa dan kota, tatanan permukiman dan larik-larik perumahan adalah peradaban berada. Ada kasak kusuk, ada hingar-bingar, ada tawa canda, sekaligus retas gelisah. Tiap hari manusia berebut sepiring nasi, naik turun tangga dan elevator, berpusing dengan naik turun saham dan kurs mata uang. Ada kepulan asap, ada hening embun pagi, dan ada lari-lari anak pinggiran tak bersepatu. Aku ingin mengajakmu ke dua tempat. Dimana kau akan percaya bahwa segala tak ada yang tak mungkin, kalo Alloh berkehendak. Tapi sekaligus merenung, bahwa manusia tetaplah makhluk tak berdaya, mudah saja yang tinggi besar tergolek lemas, hanya dalam menit-menit terjeda. Pergilah ke Gunung . Saat kau mulai jumawa

#untitled

Akhirnya semua akan tiba pada suatu hari yang biasa, pada suatu ketika yang telah lama kita ketahui. (Gie) Menilik realita orang-orang terpinggir, orang-orang kecil memang tidak pernah nikmat. Setidaknya, jika kita punya alat pembanding dengan jalan-jalan ramai yang hilir mudik berwarna mewah dunia tiap hari. Tapi menikmati jenak pertemuan dan menikmati hari-hari yang mereka habiskan adalah keajaiban. Karna dalam detiknya, karna dalam waktu yang bertambah sejengkal demi sejengkal masih ada ungkapan “untungnya” meskipun masih sepi dari cukup kebutuhan hidup dari standar. Hari-hari terakhir Alloh sempatkan saya melongok takdir-takdir baik yang dipunya orang yang dibawah kecukupan dari saya, untuk sekadar menilik kembali betapa banyak nikmat yang terlewat disyukuri. Diskusi di sore hari bersama adik kelas, tentang kebelumjelasan rencana setelah hingar bingar kelulusan, tentang satu dua orang sakit, tentang perjalanan jauh menyengaja menikmati lelah sekadar pemutus nikmat tiap hari

Literasi

Image
Minggu kemarin saya disergap perasaan yang aneh, saya terbayang wajah teman-teman diskusi jaman SMP, teman-teman di OSIS yang langganan tempat ngobrolnya di perpus (terlalu elegan kalo disebut rapat), juga terbayang rumah tua mbah kakung . Sampai akhirnya hari Ahad kemarin, setelah melingkar bersama adik-adik titipan saya sempatkan mampir ke rumah mbah kakung, ditemani salah satu sepupu. Dengan membuka paksa dan melompat jendela, akhirnya berhasillah masuk ke rumah yang beberapa bagian atapnya sudah ambles. Sedih, karna buku-buku SMP SMA yang tidak sempat dipindah sama sekali nggk ada, entah kemana T.T. Memang “hanya” buku2 tulis dan LKS2, tapi bagaimanapun juga itu buku yang sangat berharga dan mengantarkan saya untuk tau banyak hal. Pulang ke rumah dengan hati masygul. Siang ini tadi saya ngater Astri nyegat bis, mau ke kampus dalam rangka sertijab UK, tiba-tiba terbersit untuk nyari perpus kabupaten, dan alhamdulillahnya masih di tempat yang sama dengan jaman SD dulu. Hany