Posts

Showing posts from October, 2013

(nostalgia) Merapi

Image
Bukan sekadar pendakian, tapi inspirasi penaklukan ketinggian diri sendiri 18 Oktober 2012;  selepas kelas pagi Perjalanan nekad ke Bandung tanpa tujuan pasti, inspirasi pendakian Merapi. Perjalanan dimulai dari penatnya hidup melihat pencitraan yang terus saja didengung-dengungkan di sana-sini. Atas nama marketing, atas nama kenaikan nilai jual. Saya rasa kesemuanya itu benar. Di era yang kita harus memposisikan diri menjadi pelayan, pemberi dan penunjuk jalan orang-orang sekitar, menunjukkan kekuatan dan memastikan di kenal orang tentu hal yang niscaya. Saya mengamini sepenuh yakin. Logika bisa berkompromi, tapi rupanya nurani perlu di ajak berdamai. Saya butuh perjalanan perenungan. “ya. terjun dalam arus pusaran adalah keniscayaan karna kita ada disana untuk perbaikan. Tapi aku rasa, ada waktu sejenak untuk berkontemplasi. Agar karat pragmatisme tak semakin menjadi-jadi.” Berangkat. Sendirian. Dengan satu tujuan tak pasti kecuali bahwa saya punya saudara di sana,

Mencari Fathimah Az Zahra (3)

Image
Mereka belajar banyak tentang pengorbanan dari ibu mereka, Fathimah Az Zahra, dan ayah mereka, Ali bin Abi Thalib. Ada kisah pengorbanan yang akhirnya menjadi sebab turunnya surat Al Insan (76) ayat 8-9. “Dan mereka memberi makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mendapat Ridha Alloh. Kami tidak mengharapkan balasan dari kamu dan tidak pula ucapan terima kasih.” (Al Insan 8-9) Ketika itu Hasan dan Husain dalam keadaan sakit. Rosululloh ditemani oleh beberapa sahabat, datang menjenguk mereka. Rosululloh menyarankan kepada Ali untuk mengucapkan janji (nazar) kepada mereka itu. Semua anggota keluarga, termasuk Fathimah, Ali, dan Fazzah, pembantu mereka, mengucapkan janji kepada Alloh untuk menjalankan puasa selama tiga hari bila putra-putra Ali sembuh dari sakit. Ketika mereka sembuh puasa pun dimulai. Tetapi mereka tidak punya apa-apa untuk berbuka puasa. Ali kemudian meminjam

Mencari Fathimah Az Zahra (2)

Image
Lima orang anak yang dikaruniakan Alloh SWT kepada Fathimah. Yaitu Hasan, Husain, Zainab, Ummu Kultsum, dan Muhsin-yang meninggal keguguran di rahimnya yang suci. Ummu Kultsum kelak dinikahi oleh Umar bin Khattab karena keinginan Umar yang kuat untuk bersambung ikatan darah dengan Rosululloh. Fathimah mendidik sendiri dua putra dan dua putri yang diamanahkan Alloh padanya. Ia susui anak-anaknya dengan air susunya sendiri. Ia rawat anak-anaknya dengan tangannya sendiri. Ia memilih untuk mendekap anaknya sendiri, meskipun kepayahan bekerja dan ada orang yang mau menggantikannya, karena baginya, hanya ibulah yang bisa menyayangi anak-anaknya, bukan orang lain, termasuk babby sitter . Padahal sekarang, banyak ibu-ibu muda yang memilih untuk bisa makan dengan enak dan tenang, sedang menggendong anak-anaknya biar dikerjakan oleh Babby sitter . Mari kita dengar cerita dari Bilal, muadzin Rosululloh: “Saya melewati Fathimah yang sedang menggiling,” kata Bilal, “sementara anaknya

Mencari Fathimah Az Zahra (1)

Image
Dunia masih mengenangnya. Airmata masih ada yang mengalir ketika mengingat kebesarannya. Ada rasa malu kalau membandingkan dengan keadaan kita sekarang. Ada rasa haru kalau melihat kembali perjuangan-perjuangannya; bagaimana ia dengan penuh kasih sayang mengusap darah suaminya seusai perang dan merawatnya penuh perhatian; bagaimana ia mengambil air sendiri dengan berjalan jauh sampai membekas di dadanya; dan bagaimana ia menginap di rumah Rosululloh sementara Ali menggantikan tempat tidur nabi saat orang kafir Quraisy mengepung. Malam itu, Rosululloh meninggalkan Makkah dan bersembunyi di Gua Tsur. Sementara orang kafir mengancam nyawanya. Dari rahimnya yang suci, kita mendengar nama Hasan dan Husain yang ikut bersama kakeknya ketika ber- mubahalah (perang doa) dengan pendeta Bani Najran. Ia juga meninggalkan Zainab, yang kelak harus meninggalkan Mesir. Dari keturunan Zainab inilah kelak Imam Syafi’i mendapat tempat perlindungan, dan membuka pesantrennya. Bulannya Dzulhijja

Menakar Pantas (2)

Melihat mereka kesana kemari, berjalan keliling mengitari ruang-ruang yang awalnya gelap tak terbayangkan bakal dimasuki, meniti jalan pelan-pelan ditemani sinar headlamp yang nyalanya tak seberapa, mereka bertahan. Dalam diam, mereka bersabar pelan-pelan belajar. Melihat mereka terdiam. Terduduk lesu melawan segala godaan untuk mundur pelan-pelan. Menatap sayu tulisan-tulisan panggilan, dengan berat hati menyesuaikan diri, bertahan dalam ucapan-ucapan tanya yang sulit dijawab dengan mudah dan serta merta. Dalam keterbatasan kebersegeraan dan keberseragaman, mereka bertahan diam-diam. Mereka, menahan gejolak kata-kata muntab dalam diam-diam. Satu satu tulisan disampaikan. Bukan keluh, hanya sekedar pembagi rasa. Aku ingin begini, aku ingin begitu, mbak tolong aku dibantu. Dalam keterusterangan sikap, mereka merengkuh tangan kebersamaan keberjamaahan diam-diam. Dalam ritme biola yang dawainya belum seirama, dalam gitaran yang belum sepadan, mereka belajar jujur dalam diam

Materi ustad pagi ini : Lemahnya Tarbiyah

Saya ngk tau harus menuliskan materi yang tadi pagi disampaikan sama ustad Deden dari mana. Saya hanya takut, jangan-jangan tulisan saya lebih pada cara saya melampiaskan ego saya di hari-hari ini yang tidak pada tempatnya. Sisi subjektif, memang sangat sulit untuk dilepaskan. Sisi sok idealis juga kadang-kadang masih lekat membersamai cara saya mengetik kata-kata. Ah iya, menjadi orang adil memang tidak mudah. Tarbiyah, ah lagi-lagi ia bukan hanya rutinitas duduk pekanan yang tak berbuah apa-apa. Tarbiyah, secara definitif artinya : Insya’u syai’in min haalin ila haalin ila haddi tamam (Berkembangnya sesuatu dari satu kondisi ke kondisi berikutnya untuk mencapai titik sempurna). Bagi orang yang mengaku aktivis dakwah, tarbiyah adalah Munthalaq alias titik tolak bagi semua pergerakan dakwahnya. Aktivitas yang sepertinya besar, tinggi dan megah dengan mudah akan terhancurkan jika munthalaqnya ini ngk beres! Terserah orang-orang akan mengajukan alibi apapun, atas nama seka

Jatuhnya lagi-lagi soal Aqidah (Mayan kepada Fatim, dan Fatim kepada Nurfit)

Ini pesan berantai. Setelah kurang lebih dua jam diskusi tentang ukhuwah dan romantika-romantikanya saya habiskan bersama Mayan di Jum’at malam, dan diminggu pagi Nurfit bertanya tentang satu hal yang saya jawab dengan kata-kata Mayan. Hujan mulai turun di Oktober yang cerah dan istimewa. Bau tanah yang tersiram hujan menguar kemana-mana. Membuat orang girang dan riang gembira. Ada yang sedang hambar soal persaudaraan. Ada yang hambar soal kepentingan. Ada yang bertanya-tanya : “Apakah persaudaraan batu muncul karna adanya satu kepentingan? Dan setelah selesai maka bubarlah persaudaraan?” bisa jadi..bisa jadi.. kalau melihat realitas hari ini. Hujan mulai turun di tengah purnama Oktober. Awal sinarnya yang kemilau kian lama hanya tinggal serpih-serpih serupa cahaya malu-malu. Kalian! Persaudaraan itu tak perlu kau tanya-tanya lagi. Dia itu efek langsung dari iman. Tak perlu kau sesalkan bayangan-bayangan dan ekspektasi yang kemarin dan terpatahkan sudah di hari ini

Padi Organik

Image
Jadi, Hari ini tanggal 16 Oktober 2013 adalah hari terakhir saya ambil data lapangan dari proyek yang lagi saya kerjakan sama Novi. Seperti biasa, banyak hal yang saya temui yang bisa saya katakan istimewa. Dari mulai keberangkatan yang molor (*ini karna ulah Novi yang punya banyak gawean di sore harinya yang konon mau ngurusi pra-DM dan saudara-saudaranya - yah, dia emang masih punya banyak proyek keumatan, beda sama saya!), keberangkatan bersama mas Taufik bertiga yang aneh binti ajaib obrolannya, sampai sepanjang jalan yang setiap kali bicara apapun selalu dikembalikan ke topik Dawet Ireng khas Purworejo *yang kata Novi jangan disebut dawet hitam, sebagaimana kita ngk bisa menyebut dawet Ayu jadi Dawet cantik! (Sure!! Ini anekdot paling garing sepanjang perjalanan). Masterpiece perjalanan hari ini adalah dipertemukannya saya dengan seorang ketua kelompok Tani bernama Pak Suwarno. Ya. Namanya Pak Suwarno, ketua kelompok Tani Mantep, di satu dusun di kecamatan Ngombol Kabupate

Merindukan Purnama

Image
Mungkin kalo sekadar ikut-ikutan proyek dengan biasa, semua bakal dilalui dengan sangat biasa pula. Tapi, saya (dan Novi) memilih tidak. Akhir September, Novi menawarkan “Tim, kamu selo ngk?” “Heh, iya. Aku kan pengangguran hihi!” Maka jadilah sepanjang bulan Oktober nyaris seminggu sekali, saya, Novi dan mbak mas yang keren mbolang muterin Purworejo ngumpulin data. Malemnya ngadep ke SPSS dan entry satu-satu data buat diolah dan hasil nanti dikirim ke Bappeda tgl 27 Oktober. Karna saya telah memilih bahwa yang saya lakukan tak biasa, maka, banyak hal-hal yang sangat istimewa dan luar biasa saya temui di sepanjang pengalaman berlapangan kali ini (ah, kayaknya sepanjang saya ke lapangan, pengalaman selalu tidak pernah tidak istimewa :D). Minggu pertama Saya dipertemukan dengan suasana birokrasi yang tak henti membuat kami menggerutu kesana kemari, ini kami alami sepagi sampai jam dua-an. Karna pengambilan data dilakukan ke awak pemerintahan yang memang yo