Posts

Showing posts from December, 2013

Indahnya mekar seroja di tengah rerimbunan gulma

Image
Seroja atau lebih dikenal dengan sebutan teratai adalah tanaman yang istimewa (bagi saya). Dua tahun jadi ketua regu di pramuka jaman SD (halah) namanya regu Teratai. Bapak saya sedari kecil juga sangat hobi bercerita tentang bunga ini. Nama lain yang juga beliau sampaikan selain seroja adalah padma dan lotus. Ketika di SMP bertemu puisi yang bercerita tentang kepahlawanan Ki Hajar Dewantara, tak heran akhirnya kenapa puisi itu memetaforakan Sang Bapak Pendidikan dengan teratai. Berikut saya kutip langsung pengertian teratai versi wikipedia B) Teratai   ( Nymphaea ) adalah nama genus untuk tanaman air dari   suku   Nymphaeaceae . Dalam   bahasa Inggris   dikenal sebagai   water-lily  atau waterlily . Di Indonesia, teratai juga digunakan untuk menyebut tanaman dari   genus   Nelumbo   (lotus). Pada zaman dulu, orang memang sering mencampuradukkan antara tanaman genus   Nelumbo  seperti   seroja   dengan genus   Nymphaea  (teratai). Pada   Nelumbo , bunga terdapat di atas perm

Ibu pada One Litre of Tears

Pernah nonton film Litre of Tears kan ya? Film yang super melo yang bikin nangis ngk berhenti-berhenti. Diputer entah dari jaman kapan, juga pernah diadaptasi di Indonesia lewat sinetron Buku Harian Nayla.  Well . Film itu emang keren. Ngk ada nuansa religinya tapi yang terbangun adalah nafas religi yang menurut saya –sangat kuat-. Tiap-tiap kita dengan mudah bisa mengambil pelajaran, entah dari sisi persahabatan si tokoh utama dengan teman-temannya, relationship between si Aya sama si Ashou Haruto, atau keluarga besar Aya maupun si Haruto. Disini, saya justru ingin cerita tentang sosok si Ibu, Ikeuchi san. Sepanjang film ini saya tonton, yang cukup menyita perhatian dari segenap tindak tanduk tokohnya ya si Ibu ini, terlebih pada fragmen dimana Aya mau dimasukin ke dissability school karna sudah cukup merepotkan teman2 dan stakholder sekolahnya. Aya yang awalnya bersikeras menolak, tetiba dengan tulus ikhlas dan tanpa paksaan menyatakan siap dirinya pergi ke sekolah

Smile, Learn, and Share

Saya nemu kosakata Learn and Share dari buku Youth on Top , di kamar Atik Nurul Laila. Pas di tulisan Citra Natasya (bener ngk ya cara nulisnya). Intinya, di tulisan itu disampaikan, bahwa pertama yang harus kita miliki dalam menjalani hidup ini adalah rasa bahagia. Ya. Bahagia. Dan rasa ini, rasa bahagia ini, sangat berkorelasi dengan apa yang disebut dengan rasa syukur, rasa menerima apapun yang hari ini kita punya. Betapa tersiksanya orang yang selalu memandang pada sisi kelebihan yang dimiliki orang lain. Hingga lupa pada potensi diri dan segenap anugrah yang dimiliki diri sendiri. Ah. Kalimat-kalimat dalam buku itu menyentil tepat ulu hati. Bahagia itu letaknya disini, di hati kita. Ngk usah nyari kemana-mana. Dan.. bahagia itu akan selalu membawa efek membebaskan, feel free kalo kata Claw (?) -merk outdoor stuff-. dan rupanya rasa bahagia itulah kunci awal kita terus punya semangat Learn! Punya semangat belajar! Ngk gampang ngeluh, apatah lagi menyalahkan keadaan.

Menjadi Pendongeng

Mereka adalah matahari-matahari. Yang tetap menyiratkan serpih cahaya di sebuah sore yang gerimis. Menjadi pendongeng. Ini pekerjaan yang mudah-mudah susah. Aku mencoba untuk yang kesekian kali. Di balik batok otak mereka, aku temukan bejibun tanya, banyak respon, dan banyak kata-kata baru yang keluar serta merta atas tanggapan dari apa yang aku ceritakan. Aku bukan anak psikologi, yang tahu psikologi perkembangan, juga tak tahu tentang psikologi anak, yang bisa menganalisis dan memperlakukan anak-anak itu pas sesuai fase umurnya hari ini. Tapi aku tahu, dalam mendongeng ada satu yang aku tak bisa tutupi dari hak asasi matahari-matahari itu, independensi. Bukan. Bukan independensi yang biasa aku dengar di kampus-kampus, atau dari diskusi-diskusi orang-orang yang nyinyir berdasi. Aku mengartikan independensi di matahari-matahari kecilku dengan gejolak emosi yang manamparku sehingga tau arti kebebasan kecil yang mencerdaskan di antara mereka. Aku mendongeng, tent

Karna Alloh jadikan Uhud dan Hunain itu untuk Kita Berkaca, dan Menjadikan Khandaq Tempat Menyemai Asa

Uhud. Lewat mimpi yang benar Rosululloh sudah diberi aba-aba, untuk tetap bertahan di dalam kota. Tapi semangat anak muda terus bergelora, dalam bingkai musyawarah keputusan diambil segera. Rosululloh kenakan baju zirahnya, beliau selempangkan pedangnya. Dan berkata, “pantang bagi seorang Rosul, saat sudah keluar dengan baju perang, berbalik arah.” Uhud adalah medan tempat kita berkaca, atas kejadian-kejadian yang sangat mudah pelajaran kita rasakan berulang. Apakah pasukan islam adalah perindu kemenangan semu bernama “menang atas lawan?” saya rasa itu pandangan terlalu dangkal, pikiran yang teramat picik. Kita tak bisa lupa, pada sepertiga pasukan yang dibawa membelot oleh Abdullah bin Ubay dedengkot munafik untuk menganulir putusan rosul diam-diam, dan membawa lari pasukan yang bermental ciut, berbaris berjingkat-jingkat kembali ke Madinah dari medan perang. Dalam mauskrip sejarah juga kita temui, tidak ada yang salah dengan putusan musyawarah. Meski usul dari shah

#cerdas - #mencerdaskan

Kemarin tanpa sengaja, saya menemukan komen di FB yang cukup membuat saya, ehm, biasa saja. Isinya tentang mengoblok-goblok-kan begitulah kira-kira. Setali tiga uang dengan runtutan materi yang disampaikan oleh Ustadz Sholihun, Ustadz Deden, dan Ustadz Ahmad Dahlan : pertama dan yang utama adalah kecerdasan intelektual. Dakwah berbekal militansi saja tidak cukup.  Ini perasaan saya saja atau memang kenyataannya memang demikian. Bahwa hari ini, harusnya kita semakin cerdas dan semakin banyak belajar. Dengan kondisi segala rupa tantangan, dengan berbagai macam cakupan peran yang semakin meluas, ada yang harus dibarengi di dalam isi kepala kita. Ya. intelektual. Kita harus banyak belajar.  Hm. Hari ini, kita tidak “sekadar” mampu memobilisasi massa dengan jumlah besar. Tapi hari ini. kita harusnya bisa “menyadarkan” dan “membuat orang bergerak dengan sadar” dalam berbagai macam agenda-agenda yang membutuhkan peran-peran kita untuk menyelesaikan segenap agenda perbaikan. Ada

Potongan Potongan

....Dijadikan aku anak lelaki cacat yang berprestasi di bidang olahraga. Aku termasuk atlet badminton di kabupaten ini, bersama para pebulutangkis berlengan dua. Dijadikan aku penulis seperti saat ini. Dijadikan aku lelaki yang gemar berpetualang. Bapak memang mempersiapkan aku menjadi lelaki. Aku selalu diajari, bahwa menjadi laki-laki adalah yang bertanggungjawab pada keluarganya. Menjadi laki-laki adalah yang menjagai perempuannya, bisa ibu, kakak, adik, atau istrinya. Aku selalu diingatkan, sebagai laki-laki, selain Bapak, aku juga yang bertanggung jawab menjaga martabat keluarga. Harga diri sebuah keluarga terletak di pundak laki-laki. Sejak SD, aku dibiarkan bapak menjelajahi dunia ini. Aku bebas bersepeda menyusuri pelosok-pelosok Banten. Aku diajari bapak bepergian naik bus ke Jakarta, Cianjur, Bandung dan Purwakarta. Saat SMP, bapak melepaskanku sendirian atau bersama kakak naik bus ke Purwakarta. Saat SMA, aku dibiarkan menjelajahi bumi Jawa. Saat mahasiswa, sayapku mu