Posts

Showing posts from May, 2013

Jalaran Sanak, Jalaran Tresno

Image
Hidup di tengah kehidupan pedesaan yang polos seringkali membuat kita menghela nafas panjang. Merasai pola pikir yang sederhana, jauh dari keriuhan, dan jauh dari banyak keinginan keinginan. Anti politik? Ah tidak juga. Politik bersih, ya, barangkali itu jawabnya. “aku ki ora melek politik, dadi mujudke nek aku dadi “wong” aku yo tetep nyoblos.” (aku tu tidak tau menahu politik, jadi bentuk bahwa saya ini “orang” saya juga tetap nyoblos) “aneh wae nek dikiro milih dhe’e karo kae, edan po. Awake dhewe wes urep saknggon sak panggonan, yo mesthi wae ndukung kanthi lila lega” (aneh aja kalau dikira milih dia (nunjuk satu calon) sama dia (nyebut nama tetangga). Kita ini udah sehidup semati, ya pasti mendukung dengan sukarela” “jalaran sanak, jalaran tresno” (karena persaudaraan, karena cinta). Jadi alangkah jahat dan tercela, nilai bersih itu begitu licin dinoda oleh para pembeli suara dengan hantaran amplop berisi seratus dua ratus ribu. Masih lazim. Masih banyak fen

Kuberitahu Tim, Namanya Karakter! Namanya Suluh!

Saya baru menyadari, bahwa anak-anak ukesma/PMI/PMR punya satu prinsip yang sangat istimewa. Jika ada kecelakaan atau kasus yang membutuhkan pertolongan, prinsip yang harus dipegang adalah yakinkan diri anda wahai calon penolong, pastikan diri bahwa yang akan menolong memiliki kesiapan dan tingkat keamanan yang baik, yang kedua, sang penolong harus punya setidaknya kecakapan dasar dalam memberikan pertolongan. Logika sederhananya, saat mendaki gunung misalnya, jika ada satu anggota rombongan yang terjatuh di jurang, atau mendapati satu orang dari rombongan lain yang jatuh, pastikan ketika akan menolong sang penolong dalam keadaan aman (berpijak pada pijakan batu yang aman, mengulurkan tali yang punya patokan aman, dan seterusnya), selanjutnya pastikan anda wahai sang penolong, punya ilmu bagaimana cara menaikkan sang korban dari dasar jurang. Hal ini berlaku mutlak. Jika tidak, sudah barang tentu sang penolong yang berniat berbuat baik tadi punya peluang besar pula untuk longsor ja

Untuk Dia yang Sekandung (2)

mbak sesuk iso nang sekolah to? njipuk pengumuman jam 10.00 Itu bunyi sms yang masuk sekitar 15an jam yang lalu. Dari Astri. Siapa lagi?? Sesuk wasana warsa nang sekolah sopo jal sing teko? Yo mbakyu mu lah, sisan. Itu tutur sang Ma’e, saat obrolan di rumah tempo hari. Saya mengingati tutur seorang kawan, “kadang ya Tim, sedekat apapun kita dengan teman2 disini, di kampus, sebagaimanapun kondisi tetap rumah kok kembalinya” Saya mengangguk. Ya. Merawat adik kandung sesungguhnya gampang-gampang susah. Praktis, si dia tau seluk beluk kita, tau sejarah hidup kita gamblang di depan mata, dari situlah justru, menawar kebaikan dengan lisan dan omongan-omongan lebih sering masuk telinga kanan, eh, keluar lagi telinga kanan (cuma mantul doang maksudnya). Susah betul betul susah. Barangkali memang, dulu yang tersisa baginya adalah energi sisa-sisa. Saat masih serumah bersama simbah, yang ia dapat hanya kau harus begini kau harus begitu. Jarang memang dulu bica

Sesederhana inilah caraku mencintai

Image
Hiruk pikuk. Cetar. Crass sana cress sini. Panas. Dimana-mana, sampai kemudian malas membuka apapun yang berisi berita hari ini. Taulah kenapa. Entah Fathanah, entah bisingnya pemberitaan, entah susahnya menemukenali benang merah arah pembicaraan, entah mencoba bertahan membela meskipun tetap saja berat memulainya. Lagi lagi ini tentang cinta. Dan, sesederhana inilah caraku mencintai. Saya ingat, kata-kata Ust Abu Ridho kala di Islamic Centre dua atau tiga tahun yang lalu. Saat beliau mengisi forum murobbi kampus dan memberikan taujih hamasah. Konon (kata seorang teman) karena saya ngk hadir dalam forum itu, ada satu orang bertanya, yang intinya adalah bagaimana memenej kekecewaan terhadap kelompok besar ini . Atau oknum.  Jawab beliau sang Ustad, “jika persoalan kecewa, maka sesungguhnya saya dengan mudah bisa kecewa, terlalu banyak hal yang kurang, terlalu banyak kesalahan yang saya temui di jamaah ini.”  Ya. Benar. Mereka-mereka, beliau-beliau, yang sekian lama

Stephen Hawkings, Atheis, dan Bumi Cinta-nya kang Abik

Image
Baiklah. Fokus memang sulit. Tapi menafikan pelajaran yang sudah terang tersodor di depan mata juga tak bisa ditampik. Ini tentang Stephen Hawkings, dengan satu buku yang kemudian difilmkan dengan judul yang sama “the Grand Design”. Saya akan memulai dari satu pernyataan yang kerap diulang-ulang ustd Deden Anjar Herdiansyah, siapa beliau? Tak lain tak bukan beliaulah pengasuh asrama tempat saya numpang 2,5 tahun kurang lebih untuk sejenak rehat sambil menimba ilmu dari segenap penjuru penghuni dan kehidupan yang mengalir deras di asrama ini. “Struktur bertindak bergantung struktur berpikir, struktur berpikir bergantung apa yang diketahui, dan apa yang diketahui linier dengan apa yang dipahami.” Maka, berhati-hatilah mengatur struktur mulai dari kepahaman kita, karena itu akan berujung pada bagaimana kita bertindak. *** Beruntunglah anda yang terlahir dari keluarga muslim. Dari kecil, struktur berpikir kita sesuai dengan fitrah kita adanya, meyakini yang ghai

Selepas Memenuhi Undangan pada Sebuah Walimah

Image
Hari ini, ahad, 5 Mei 2013 jam 10 pagi Undangan datang dari satu teman SMA, sejak sekitar sebulan yang lalu. Via chat di fb, karna jarangnya masa untuk membangun tatap muka, dan hari ini, saya penuhi. Ya ya ya, kalo dipikir-pikir, memang, usia sudah menginjak masa. Kalau obrolan berkait nikah dan semacamnya mampir disela-sela diskusi, memang bukan lagi disebut sebuah galau, geje, atau kosa kata serupa itu. Intinya memang sudah waqi’-nya kalo pinjam istilah ustadz-ustzdz, udah masuk realitasnya. Hanya memang, obrolan harapannya menjadi laku nyata berupa proses tak henti memantaskan diri masuk ke fase yang tersebut di atas tadi. Baiklah. Ini bukan membicarakan fase-fase, usia-usia, apalagi realisasi-realisasi. Ini tentang pelajaran berharga, bejibun, dan begitu banyak yang saya tangkap dan menggiring pemahaman bahwa memperbaiki diri memang tak ada kata untuk berhenti. Saya hadir telat hampir setengah jam dari undangan yang tertera, masuk lokasi, dan disambut dua tem

Pada sebuah fase-3 : Saat pertanyaan simalakama berjawab renungan, adakah kita serius dalam menenun kain panjang hidup ini?

Image
Jum’at minggu lalu. 26 April 2013, sekitar jam 7 sampai jam 8-an Warungsteak jakal Adalah hari dimana obrolan-obrolan berkisar agama, bid’ah, gerakan islam, kenapa begini, bolehkah begitu, menggulir tanpa skenario mengalir sekitaran setengah sampai  se-jam-an. Bersama kawan-kawan diskusi yang tak seperti biasa saya diskusi dengan teman-teman yang seperti ini. Bukan pada sesama aktivis, bukan pada teman-teman sekelompok liqo’, tak juga pada forum lintas gerakan. Tapi, pada sebuah forum, bersama kolega se-blok II , dalam kerangka makan-makan seusai KKL. Berawal dari perbincangan asramamu dimana, dinamika kehidupan asrama, beranjak pada obrolan ringan seputar agama,, ya ya, meski ada satu dua teman yang barangkali tak sepenuh ridho pada aras perputaran topik, tapi sungguh berkali sungguh, renungan kemudian menjadi efek. Hanyakah aku? Tidak, mudah-mudahan. Ditemani kepulan asap rokok yang terus dan terus, pertanyaan, pernyataan, diskusi, ungkapan retoris, dan sejumput pen