Percaya

Minggu - minggu ini aku berulang kali merapal kata "percaya".

Percaya pada yang Diatas, percaya pada suami, percaya pada diriku sendiri, dan percaya pada lingkungan di sekelilingku. Juga, mempercayai makhluk kecil yang semakin membesar di perutku.

Percaya itu tidak gampang, apalagi pada hal yang tidak pasti. Tapi waktu yang cukup lama telah mengajarkan bagaimana langkah yang kita ambil selalu ada sisi abu-abu. Dan dalam langkah yang kita ambil ada opportunity cost atas kesempatan lain yang berseberangan. 

Bulan kemarin, ada peristiwa istimewa yang aku "rayakan". Aku "rayakan" dengan refleksi dan menengok pencapaianku. Pernikahan yang menginjak setahun, dan umur yang bertambah-keduanya di hari yang hanya berselang sehari. Aku juga tidak menyangka akan menjadi manusia yang sangat romantik seperti ini.. menggabungkan hari-hari istimewa, dan semesta mengamini. Terhadap bertambahnya umur, aku menengok ke belakang, dan ujian percaya sudah berkali-kali aku alami - tentu saja lewat peristiwa - peristiwa yang aku tidak pernah merencanakan sebelumnya, peristiwa yang aku pilih dengan sadar, walaupun seringnya kesadaran itu muncul pada bagian akhir. Dan kali ini, aku kembali dihadapkan pada dilema yang juga sama sulitnya dengan dilema-dilema keputusan sebelumnya. Haha.. sebut saja aku berlebihan, tapi mengambil keputusan untuk 2021 terus terang jauh, jauhh lebih sulit daripada tahun sebelumnya. 

2020 aku pulang dari perantauan dengan yakin. Padahal saat itu tidak ada kepastian aku akan beraktivitas apa dengan keputusan pulang. Aku hanya yakin aku akan baik-baik saja. 3 Bulan LDR di 3 bulan pertama nikah adalah situasi yang tidak ideal, terlebih berdua bisa mengusahakan untuk bisa tinggal bersama. Suami waktu itu bahkan bersedia ikut ke perantauan, dengan pertimbangan nominal yang lebih banyak yang bisa kita dapatkan ketika merantau. Tapi aku memilih pulang, dan dalam waktu sangat singkat nasib berubah menjadi anak kontrakan di pusaran dunia perburuhan Jogja. Aku sangat yakin. Pulang dengan senang. Dan optimis akan segera mendapatkan pekerjaan pengganti yang sama pantasnya dengan pekerjaan di perantauan. Dan hanya 3 bulan jadi pengangguran, pekerjaan segera di dapat dan kehidupan secara umum berjalan aman sentosa. 2020 ketika gelombang PHK cukup massif di berita - berita, aku bekerja dari rumah dengan pendapatan cukup, insentif lancar, dan tidak ada tambahan beban kerja berarti. Lingkungan kerja jauh lebih kondusif daripada di perantauan, dan aktivitas rumah tangga yang belum ada anak mengalir lancar seperti iklan pipa wavin. Mengalir sampai jauh. Aku bisa menyisihkan uang, bahkan di akhir masa kontrak aku bisa sisihkan sebagian uang untuk finishing pembangunan rumah orangtua (tentu saja patungan dengan adikku wkwk). Sebuah rumah yang 5 tahun lalu adalah rumah gedeg alias anyaman bambu, sekarang sudah memiliki toilet duduk yang amat sangat nyaman dengan dalih biar Mak Siti terbiasa dengan toilet duduk sebelum nanti pas naik haji akan menggunakan fasilitas itu. 

Menyambut 2021 aku diuji dengan kata percaya.

Percaya setelah aku menolak baik-baik perpanjangan kontrak dengan tawaran  nilai kontrak yang lebih tinggi. Aku memikirkan ini cukup lama, ada mungkin seminggu aku meminta waktu untuk menimbang baik-baik. Aku (dan suami) kumpulkan informasi daycare, biaya hidup, biaya kontrakan, dan lain - lain. Suami menyerahkan sepenuhnya keputusan ke tanganku, hanya pada satu hari sebelum hari yang aku janjikan untuk memberikan jawaban terkait tawaran perpanjangan, suami memberikan satu alasan rasional atas ketiadaan klausul cuti melahirkan dalam kontrak. Istirahat 2 bulan yang diberikan bersifat untuk kalangan terbatas, yang artinya pada catatan administrasi aku tetap dianggap masuk, dan klausul ini sangat rawan dengan segenap ketidakpastian : bagaimana jika ada pergantian pejabat, istirahat dengan bekerja dari rumah, bentuk kerja tim yang akan terbentuk dll. Akhirnya tawaran perpanjangan aku jawab dengan "tidak dulu, terimakasih".

Percaya bahwa aku akan cukup, meskipun 2021 aku berhenti jadi seorang pekerja dan fokus saja pada perbakulan - aktivitas yang sebelumnya semata-mata adalah sambilan. 

Kemarin - kemarin setiap bangun pagi aku tatap suami yang kadang masih terlelap, lalu bolak - balik aku tanya "cukup, kan mas?" Dan mungkin sampai bosan beliau jawab "Cukup." 

Lagi - lagi ini mungkin ujian percaya, percaya padaNya, dan percaya padanya. 

Comments

Popular posts from this blog

Mencipta Kanal Kanal

Review Kebebasan Wanita Jilid 1

Trip Tiga Gili di Sekotong Lombok Barat